Peneliti Kebijakan Pangan, Crawford School of Public Policy, Australian National University, John F. McCarthy menyatakan bahwa Indonesia menghadapi tiga isu pangan yang kompleks. Isu pangan ini terjadi akibat adanya tumpang tindih dengan persoalan lain. Adapun persoalan yang dimaksudkan, yakni pertama yaitu kekhawatiran akan jumlah produksi domestik yang tidak mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri sehingga bergantung pada impor yang harganya fluktuatif di pasaran internasional. Kedua, naiknya permintaan komoditas pertanian. Ketiga, Indonesia telah menyatakan komitmennya terhadap program ekonomi hijau dan pembangunan pedesaan rendah emisi.
"Lalu bagaimana kebijakan untuk merespons ketiga isu tersebut bisa berjalan selaras sementara masing-masing mempunyai capaian yang berbeda bahkan berseberangan?" ujar McCarthy
Setidaknya, ada lima paradigma di dalam kebijakan pangan menurut McCarthy. Adapun lima paradigma tersebut yang pertama, swasembada pangan (food self-sufficiency) sebagai upaya mencapai angka produksi global. Kedua, ketahanan pangan (food security) yang menurut FAO bisa dicapai dengan memperkuat kapasitas penduduk untuk mengakses pangan terutama saat menghadapi rawan pangan dan masa panceklik. Ketiga, kedaulatan pangan (food sovereignty), yakni dengan membantu petani maupun kelompok tani untuk memiliki akses dan kontrol yang lebih baik atas sumber-sumber pertanian. Keempat, kebijakan pangan perlu mengarah pada pencapaian hak atas ketersediaan pangan yang memadai sesuai dengan amanat dalam perjanjian internasional. Kelima, memperhatikan prinsip-prinsip lingkungan.Belakangan ini Indonesia meletakkan fokusnya pada satu pendekatan saja, yakni swasembada untuk beragam capaian kebijakan pangannya. Pembukaan lahan baru melalui pertanian berskala besar dianggap dapat mencapai tujuan swasembada. Namun, program swasembada belum tentu mampu mendorong tercapainya akses pangan dan kedaulatan pangan.
Berbeda hal nya dengan Singapura. Meski tidak memiliki lahan pertanian dan tidak mampu menghasilkan produk pertanian, saat ini Singapura menjadi negara dengan tingkat keamanan pangan terbaik nomor dua di dunia setelah Amerika Serikat (AS). Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi), Adhi S Lukman mengatakan, hal tersebut bisa terjadi karena Singapura mampu membangun sistem logistik yang baik hingga menjadi salah satu pusat logistik di dunia. Keunggulan Singapura adalah jadi pusat logistik dunia. Itulah sebabnya mengapa Singapura menjadi food security index nomor dua terbaik di dunia setelah AS. Padahal mereka tidak punya pertanian dan tidak memproduksi sendiri, tetapi karena mereka membangun sistem logistik yang baik dan menjadi pusat logistik.Kedua, naiknya permintaan komoditas pertanian. Ketiga, Indonesia telah menyatakan komitmennya terhadap program ekonomi hijau dan pembangunan pedesaan yang rendah emisi.
Menurutnya, dengan total wilayah yang luas, seharusnya Indonesia juga mampu bahkan lebih untuk menjadi seperti Singapura. Terlebih lagi, Indonesia memiliki sumber daya alam dan hasil pertanian dalam jumlah yang besar. Salah satu caranya ialah pemerintah harus membangun lebih banyak pusat logistik berikat (PLB) di sejumlah wilayah. Dengan demikian, selain bisa memenuhi kebutuhan bahan baku dan bahan penolong bagi sektor industri di dalam negeri, Indonesia juga bisa jadi pusat stok bahan baku di ASEAN.
sumber: http://ekonomi.metrotvnews.com/read/2015/06/11/135447/tiga-isu-pangan-yang-kompleks-di-indonesia dan http://bisnis.liputan6.com/read/2407420/ini-kunci-sukses-singapura-jadi-negara-food-security-terbaik
Komentar
Posting Komentar