Indonesia merupakan negara pemakan beras nomor empat terbesar di dunia. Konsumsi beras penduduk Indonesia mencapai 139 kg/kapita setiap tahunnya. Dengan laju pertumbuhan penduduk yang terus tumbuh, kebutuhan akan beras akan terus meningkat setiap tahunnya. Di sisi lain, luas lahan pertanian tidak banyak bertambah sejak 1980, dan jumlah petani mengalami penurunan. Jika kedua hal ini berarti adanya penurunan produksi beras nasional, maka ada potensi masalah ketahanan pangan yang dapat terjadi. Swasembada beras hanya terjadi satu kali sepanjang sejarah bangsa Indonesia, yakni pada tahun 1986. Setelah itu untuk memenuhi kebutuhan beras nasional, Indonesia selalu melakukan impor beras. Berlawanan dengan pandangan umum, impor ini ternyata tidak dilakukan karena konsumsi beras melebihi produksi beras.
Dapat dilihat pada tabel, bahwa dalam rentang 2000-2004, produksi beras selalu melebihi konsumsi. Melakukan tindakan impor setidaknya memperhatikan dua hal: menjaga stok cadangan jikalau terjadi sesuatu; dan menurunkan harga beras, karena harga beras impor hampir dua kali lebih murah dari harga beras lokal. Selain itu, masalah yang menjadi sangat serius juga adalah infrastruktur dalam distribusi pangan. Namun, ada dua hal yang patut digarisbawahi mengenai hal ini. Yang pertama, infrastruktur perhubungan yang kurang memadai, meningkatkan biaya transportasi dan membuat harga beras di daerah-daerah terpencil menjadi mahal. Kemudian, infrastruktur pendukung seperti gudang beras yang kurang memadai juga berakibat banyaknya beras/gabah yang rusak.
Hal yang patut dilihat adalah bahwa produktifitas lahan di Indonesia tidak buruk, mencapai 5 ton/hektar pada 2009. Angka ini bahkan lebih baik dari Thailand (2.87 ton/hektar), India (3.19 ton/hektar), dan hanya sedikit di bawah Vietnam (5.23 ton/hektar). Di sisi lain, ternyata jumlah areal lahan kita lah yang jauh di bawah negara-negara lain (lihat tabel di bawah). Dari sini jelas bahwa untuk meningkatkan produksi pangan kita, lebih urgent untuk meningkatkan jumlah lahan daripada upaya-upaya peningkatan produktifitas (bibit unggul, irigasi, dll) walau itu juga baik.
sumber : http://www.kompasiana.com/kanopi_feui/beras-dan-masalah-ketahanan-pangan-indonesia_551065198133115d3bbc62ab
Dapat dilihat pada tabel, bahwa dalam rentang 2000-2004, produksi beras selalu melebihi konsumsi. Melakukan tindakan impor setidaknya memperhatikan dua hal: menjaga stok cadangan jikalau terjadi sesuatu; dan menurunkan harga beras, karena harga beras impor hampir dua kali lebih murah dari harga beras lokal. Selain itu, masalah yang menjadi sangat serius juga adalah infrastruktur dalam distribusi pangan. Namun, ada dua hal yang patut digarisbawahi mengenai hal ini. Yang pertama, infrastruktur perhubungan yang kurang memadai, meningkatkan biaya transportasi dan membuat harga beras di daerah-daerah terpencil menjadi mahal. Kemudian, infrastruktur pendukung seperti gudang beras yang kurang memadai juga berakibat banyaknya beras/gabah yang rusak.
Hal yang patut dilihat adalah bahwa produktifitas lahan di Indonesia tidak buruk, mencapai 5 ton/hektar pada 2009. Angka ini bahkan lebih baik dari Thailand (2.87 ton/hektar), India (3.19 ton/hektar), dan hanya sedikit di bawah Vietnam (5.23 ton/hektar). Di sisi lain, ternyata jumlah areal lahan kita lah yang jauh di bawah negara-negara lain (lihat tabel di bawah). Dari sini jelas bahwa untuk meningkatkan produksi pangan kita, lebih urgent untuk meningkatkan jumlah lahan daripada upaya-upaya peningkatan produktifitas (bibit unggul, irigasi, dll) walau itu juga baik.
sumber : http://www.kompasiana.com/kanopi_feui/beras-dan-masalah-ketahanan-pangan-indonesia_551065198133115d3bbc62ab
Komentar
Posting Komentar