Langsung ke konten utama

PETA PERMASALAHAN PANGAN


Di tingkat global dan nasional, memproduksi bahan pangan yang mencukupi sudah mulai dihadapkan dengan berbagai kendala besar. Kendala itu diantaranya: menurunnya permukaan air tanah, laju peningkatan produksi yang mulai stagnan, perubahan iklim yang mengacaukan pola budidaya, meningkatnya serangan organisme pengganggu tanaman, deplesi cadangan fosfat sebagai bahan baku pupuk P, serta degradasi dan erosi tanah yang terjadi di hampir semua negara di dunia.
Sebagai dampaknya, stok biji-bijian dunia menurun dari 107 hari konsumsi pada sepuluh tahun lalu menjadi hanya 74 hari konsumsi pada beberapa tahun terakhir ini (LR Brown, 2012, Full Planet, Empty Plates). Harga pangan dunia juga ikut meningkat 200 hingga 300 persen yang berdampak serius bagi penduduk miskin dunia yang pendapatannya 50 hingga 70 persen dibelanjakan untuk pangan.
Permasalahan pangan di Indonesia tak kalah pelik. Terabaikannya pembangunan sektor pertanian dan pangan pasca Reformasi menyebabkan kita kian dalam masuk jurang impor pangan yang menghambat upaya mandiri di bidang pangan dan mengorbankan petani kecil.  
Impor pangan yang semakin membesar selama sepuluh tahun terakhir ini merupakan kenyataan. Selama periode pemerintahan terakhir, impor pangan dibandingkan dengan tahun 2004 meningkat tajam. Beras meningkat 482,6 persen, daging sapi 349,6 persen, cabai 141,0 persen, gula 114,6 persen, bawang merah 99,8 persen, jagung 89,0 persen, kedelai 56,8 persen, dan gandum 45,2 persen (DA Santosa, Kompas, 26/3/2014, diolah dari Bappenas 2014 dan USDA 2014). Ironisnya anggaran sektor pangan dan pertanian selama sembilan tahun terakhir ini meningkat 611 persen!
Selain itu, selama ini petani kecil hanya menjadi obyek kebijakan. Petani terpaksa mencari upaya lain untuk menyelamatkan diri sendiri. Spekulasi dan serbuan produk impor telah mengempaskan puluhan ribu petani hortikultura dikarenakan harga hortikultura yang jatuh saat panen. Harga cabai selama dua bulan terakhir ini jatuh dari biaya produksi karena masuknya cabai olahan impor yang menyebabkan petani merugi puluhan juta rupiah per hektar (Kompas, 7/7/2014).
Siklus itu selalu berulang setiap tahun dan terjadi di hampir semua komoditas, baik bawang merah, bawang putih, kedelai, jagung, beras, ikan, maupun garam. Karena harga pangan merupakan penyumbang inflasi terbesar, perlindungan harga di tingkat konsumen menjadi kebijakan utama yang ditempuh pemerintah. Rezim ketahanan pangan juga menempatkan investor asing, mafia pangan, pengusaha besar, industri pangan, pedagang pangan, dan penyedia input produksi berada di puncak piramida struktur pertanian. Hingga saat ini tidak ada keberanian dari pemerintah untuk mengubah itu semua.

Selain itu, pola konsumsi masyarakat juga ikut berubah. Konsumsi beras semakin menurun dari rata-rata sebesar -1,62 persen setiap tahun (BPS 2014). Penurunan konsumsi beras itu bukan disebabkan karena beralihnya para konsumsen ke sumber karbohidrat lokal lainnya, melainkan lebih disebabkan karena peningkatan konsumsi pangan olahan berbasis tepung terigu yang meningkat sangat tajam. Impor gandum selama periode tersebut juga ikut meningkat rata-rata sebesar 8,6 persen setiap tahun (diolah dari WOAB, USDA 2014). Sehingga pengeluaran rata-rata untuk konsumsi makanan dan minuman jadi meningkat tajam rata-rata sebesar 14,7 persen (BPS 2014).



Sumber: http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2014/08/12/080000826/Isu.Besar.Pangan

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kaledo (Kaki Lembu Donggala) - Makanan Khas Sulawesi Tengah

Kaledo merupakan makanan khas Sulawesi Tengah, tepatnya di Donggala, Kota Palu yang berupa sop bening tulang kaki sapi dan sumsumnya yang disajikan saat masih panas. Bumbu-bumbu yang digunakan berupa cabe rawit, dan asam mentah yang terlebih dahulu direbus dan dihaluskan, serta garam secukupnya. Makanan ini banyak dihidangkan pada hari-hari besar oleh masyarakat Sulawesi Tengah, seperti Lebaran atau Idul Fitri. Biasanya, penyajiannya dipadukan dengan Burasa (nasi santan yang dibungkus daun pisang). Selain itu, kaledo khas Palu ini juga biasa dikonsumsi dengan singkong atau ubi rebus (Tjota, dkk., 2017) . Salah satu mata pencaharian Donggala adalah ternak sapi. Donggala memiliki ternak sapi yang khas yang dinamakan sapi Donggala. Sapi Donggala telah dibudidayakan secara turun-temurun, sehingga menjadi kekayaan sumber daya genetik ternak Indonesia. Sumber mata pencaharian inilah yang menciptakan suatu kuliner khas Donggala yang baru yang berbahan dasar daging sapi, yaitu Kaledo (Kak

TABLE MANNER

Table Manner  merupakan aturan etiket yang digunakan dalam sebuah jamuan makan yang terdiri dari beberapa tahap menu yang dihidangkan bergantian dari mulai pembuka (appetizer) sampai pada tahap penutup (dessert). Aturan dalam table manner mencakup penggunaan yang tepat dari peralatan makan. Selama ini table manner identik dengan acara jamuan makan resmi bergaya Barat. Sebenarnya tidak demikian. Etiket makan tidak hanya terdapat di negara-negara barat. Di negara lain seperti Jepang, Cina, termasuk Indonesia pun memiliki etiket makan masing-masing. Pertama kali, table manner diperkenalkan oleh Raja Louis dari Perancis yang memiliki kebiasaan mengadakan jamuan dan mengundang para bangsawan kerajaan-kerajaan di sekitarnya. Bagi bangsa Eropa, table manner merupakan aturan standar yang sering digunakan pada saat acara makan bersama di keluarga besar terutama saat bersantap bersama-sama di sebuah acara resmi. Terdapat beberapa aturan  table manner  yang umum dipelajari,

MAKANAN KHAS INDONESIA HASIL ASIMILASI BUDAYA

Sebagai pembentuk dan penanda identitas kebudayaan suatu daerah, makanan (termasuk bahan pangan yang dapat dikonsumsi) merupakan bagian dari budaya masyarakat yang digolongkan sebagai bagian dari kebudayaan materiil   dan aspek sistem peralatan hidup. Menurut Den Hartog pada tahun 2006, makanan merupakan bagian yang menyatu antara budaya kelompok, agama dan bangsa. Pemaknaan tersebut menandai konsep mendasar mengenai makanan tradisional. Dalam sudut pandang ilmu pangan, ada kecenderungan bagi masyarakat untuk memperkenalkan makanan tradisional dari daerah mereka masing-masing, namun karena masifnya makanan modern dan makanan instan serta perubahan posisi makanan sebagai simbol ekspresi belaka, sehingga masyarakat memilih makanan tersebut menjadi konsumsi sehari-hari dan cenderung melupakan makanan khas daerahnya. Berikut merupakan beberapa contoh makanan khas Indonesia yang menjadi hasil dari asimilasi budaya: Siomay Siomay merupakan salah satu jenis dim sum yang digemari oleh m