Langsung ke konten utama

Typical Food : Batak Toba

Indonesia memiliki banyak provinsi yang sangat kaya akan kebudayaan. Semua etnis memiliki nilai budaya masing-masing, mulai dari adat istiadat, tari daerah, pakaian adat, bahasa adat, sampai jenis makanannya. Salah satu daerah yang memiliki budaya yang sangat menarik yaitu Sumatera Utara. 

Gambar terkait
gambar 1 : Peta Sumatera Utara

Sumatera Utara merupakan salah satu provinsi yang terdapat di sebelah Utara pulau Sumatera dengan Medan sebagai ibukotanya. Sumatera Utara terkenal dengan suku Batak, salah satu suku tertua di Indonesia yang diprediksikan telah ada sebelum munculnya kerajaan-kerajaan di selatan, timur, dan utara. Selain memiliki bahasa dan aksara, suku Batak juga memiliki berbagai macam makanan khas yang dapat menggugah selera bagi siapapun yang memakannya. Adapun masakan tersebut antara lain adalah Sangsang, Na Tinomburan, Naniarsik, Naniura, dan lain-lain. Akan tetapi, dalam hal ini penulis hanya akan menyampaikan salah dua dari masakan khas Sumatera Utara tersebut, yaitu Naniura dan Naniarsik.

1. Naniura

Naniura merupakan salah satu dari boga budaya etnis yang menyebut dirinya “Halak Hita” (suku Batak). Naniura merupakan makanan Khas suku Batak yang berbeda dengan makanan khas suku Batak lainnya, meskipun penggunaan bahan dasar yang digunakan mempunyai kesamaan. Hal mendasar yang menjadi sebuah perbedaan besar dari Naniura yaitu tidak dilakukannya suatu proses pemasakan. Bila pada makanan khas Batak lainnya terdapat proses pemasakan baik itu direbus, dikukus, digoreng ataupun dibakar, pembuatan Naniura tidak melakukan salah satu dari proses pemasakan tersebut.

Dalam bahasa Batak, Naniura diartikan sebagai ikan yang tidak dimasak. Namun rendaman asam yang dihasilkan dari jeruk tejungga (jeruk Batak), secara kimiawi akan mengubah ikan mentah menjadi tidak terasa amis. Selain itu, asam dari jeruk tejungga tersebut juga dapat membuat duri-duri halus pada ikan menjadi lembut. Secara adat Batak, hidangan Naniura ini tidak ada hubungannya dengan suatu prosesi adat Batak. Hal ini dikarenakan Naniura tidak sepopuler dengan makanan khas lainnya seperti Arsik. Walaupun begitu, Naniura sering kali dihidangkan pada acara pesta pernikahan suku Batak. Naniura hanya akan disajikan bila diminta oleh orang yang mengadakan pesta dan yang akan menyajikan adalah orang tua kandung dari pihak laki-laki.

2. Naniarsik

Arsik merupakan sajian khas dari Batak atau Tapanuli yang berupa ikan mas berbumbu kuning dengan rasa asam dan pedas. Bumbunya pekat, terkenal dengan rasa pedasnya yang menggigit. Dekke Na Niarsik, yang berarti ikan yang dimasak kering, merupakan salah satu makanan tradisi masyarakat suku batak. Bila diartikan secara harafiah, arsik berarti mengeringkan (sesuatu) dengan memindahkan air dari satu tempat ke tempat lainnya. Sehingga, metode pemasakan arsik dilakukan menguapkan air yang ditambahkan pada bahan yang telah dilumuri bumbu menggunakan api kecil agar kuah pada masakan menjadi kental. Makanan yang lebih dikenal dengan nama ikan arsik ini, merupakan simbol karunia kehidupan dalam masyarakat Batak. ikan arsik tersaji pada beberapa upacara daur hidup masyarakat Batak, seperti pada saat pernikahan dan kelahiran.

Metode memasak arsik secara umum menggunakan bumbu yang sama, namun hanya berbeda sedikit tergantung dari bahan utama yang digunakan. Arsik yang juga dikenal dengan gulai atau pepes khas Sumatera ini dapat diaplikasikan ke berbagai jenis daging. Apabila berbahan dasar daging babi, kerbau, kambing, atau anjing disebut dengan juhut na niarsik. Sedangkan bila berbahan dasar ikan disebut dengan Dekke Na Niarsik. Dalam pembuatan ikan mas arsik, digunakan berbagai bumbu yang merupakan gabungan dari bumbu-bumbu khas Sumatera Utara yang ditambahkan dengan bumbu khas Nusantara yang umum. Masakan ini didominasi oleh 3 rasa yang merupakan ciri khas masakan khas Batak yaitu asam, asin dan pedas. Rasa asam yang didapat dari penggunaan asam gelugur, asam cekala dan kecombrang. Rasa asin yang berasal dari penambahan garam pada prosesnya serta rasa pedas yang berasal dari cabai yang digunakan.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kaledo (Kaki Lembu Donggala) - Makanan Khas Sulawesi Tengah

Kaledo merupakan makanan khas Sulawesi Tengah, tepatnya di Donggala, Kota Palu yang berupa sop bening tulang kaki sapi dan sumsumnya yang disajikan saat masih panas. Bumbu-bumbu yang digunakan berupa cabe rawit, dan asam mentah yang terlebih dahulu direbus dan dihaluskan, serta garam secukupnya. Makanan ini banyak dihidangkan pada hari-hari besar oleh masyarakat Sulawesi Tengah, seperti Lebaran atau Idul Fitri. Biasanya, penyajiannya dipadukan dengan Burasa (nasi santan yang dibungkus daun pisang). Selain itu, kaledo khas Palu ini juga biasa dikonsumsi dengan singkong atau ubi rebus (Tjota, dkk., 2017) . Salah satu mata pencaharian Donggala adalah ternak sapi. Donggala memiliki ternak sapi yang khas yang dinamakan sapi Donggala. Sapi Donggala telah dibudidayakan secara turun-temurun, sehingga menjadi kekayaan sumber daya genetik ternak Indonesia. Sumber mata pencaharian inilah yang menciptakan suatu kuliner khas Donggala yang baru yang berbahan dasar daging sapi, yaitu Kaledo (Kak

TABLE MANNER

Table Manner  merupakan aturan etiket yang digunakan dalam sebuah jamuan makan yang terdiri dari beberapa tahap menu yang dihidangkan bergantian dari mulai pembuka (appetizer) sampai pada tahap penutup (dessert). Aturan dalam table manner mencakup penggunaan yang tepat dari peralatan makan. Selama ini table manner identik dengan acara jamuan makan resmi bergaya Barat. Sebenarnya tidak demikian. Etiket makan tidak hanya terdapat di negara-negara barat. Di negara lain seperti Jepang, Cina, termasuk Indonesia pun memiliki etiket makan masing-masing. Pertama kali, table manner diperkenalkan oleh Raja Louis dari Perancis yang memiliki kebiasaan mengadakan jamuan dan mengundang para bangsawan kerajaan-kerajaan di sekitarnya. Bagi bangsa Eropa, table manner merupakan aturan standar yang sering digunakan pada saat acara makan bersama di keluarga besar terutama saat bersantap bersama-sama di sebuah acara resmi. Terdapat beberapa aturan  table manner  yang umum dipelajari,

MAKANAN KHAS INDONESIA HASIL ASIMILASI BUDAYA

Sebagai pembentuk dan penanda identitas kebudayaan suatu daerah, makanan (termasuk bahan pangan yang dapat dikonsumsi) merupakan bagian dari budaya masyarakat yang digolongkan sebagai bagian dari kebudayaan materiil   dan aspek sistem peralatan hidup. Menurut Den Hartog pada tahun 2006, makanan merupakan bagian yang menyatu antara budaya kelompok, agama dan bangsa. Pemaknaan tersebut menandai konsep mendasar mengenai makanan tradisional. Dalam sudut pandang ilmu pangan, ada kecenderungan bagi masyarakat untuk memperkenalkan makanan tradisional dari daerah mereka masing-masing, namun karena masifnya makanan modern dan makanan instan serta perubahan posisi makanan sebagai simbol ekspresi belaka, sehingga masyarakat memilih makanan tersebut menjadi konsumsi sehari-hari dan cenderung melupakan makanan khas daerahnya. Berikut merupakan beberapa contoh makanan khas Indonesia yang menjadi hasil dari asimilasi budaya: Siomay Siomay merupakan salah satu jenis dim sum yang digemari oleh m