Langsung ke konten utama

Gula Semut Organik by UMKM Yasnaya Polyana Indonesia

Gula merupakan salah satu komoditi yang sangat penting bagi masyarakat Indonesia. Hal ini dikarenakan gula menjadi salah satu kebutuhan pokok dan sebagai bahan pemanis pada produk industri makanan dan minuman. Konsumsi gula dari tahun 2013 sampai dengan 2018 terus meningkat. Pada tahun 2018, konsumsi gula di Indonesia cukup tinggi yaitu mencapai 3.600.000 ton (Adhiem, 2018). Padepokan Filosofi dan Pondok Tani Organik Yasnaya Polyana Indonesia merupakan salah satu lembaga di Indonesia yang memproduksi gula. Terdapat UMKM di Yasnaya Polyana Indonesia yang berfokus pada produksi gula semut yang diambil dari bahan baku nira pohon kelapa. Gula semut yang diproduksi Yasnaya Polyana Indonesia dikemas dalam bentuk serbuk. Hal ini guna mempermudah proses pelarutan gula sehingga praktis dalam penyajian, mudah dikemas dan dibawa, serta daya simpan yang lama karena memiliki kadar air yang rendah (Nuryani, 2018). Selain itu, gula semut memiliki harga yang lebih mahal dibandingkan gula kelapa cetak. Menurut Zuliana., dkk. (2016), kelebihan gula semut dibandingkan gula cetak yaitu memiliki ukuran partikel kecil dan kadar air rendah sehingga memiliki umur simpan lebih lama, mudah larut dalam air panas dan dingin, dan dapat berperan sebagai flavor agent.

Secara umum, proses pengolahan gula semut dilakukan dengan pengadukan larutan gula sampai mengental. Setelah gula mengental, dilakukan pengadukan secara cepat hingga terbentuk kristal-kristal. Kemudian kristal-kristal gula tersebut diayak guna memperoleh ukuran yang seragam (Kartika, 2017). Proses pembuatan gula semut di Yasnaya Polyana Indonesia terdiri dari beberapa tahap utama yaitu pengambilan nira kelapa, pemasakan nira kelapa, dan pengemasan gula semut. Proses pengambilan nira kelapa dari pohon kelapa ini dilakukan oleh seseorang yang disebut penderes. 

gambar 1 : Proses Pengambilan Nira Kelapa

Pengambilan nira kelapa dilakukan oleh 1 orang setiap pagi dan sore masing-masing 60 kali dan dimasukkan ke dalam jerigen yang sudah disiapkan. Setelah terkumpul beberapa jerigen, nira kelapa dimasukkan ke dalam tangki pemanas untuk dimasak. Sebelum dituang ke dalam tungku pemasakan, terdapat alat penyaring diatas tungku yang berfungsi untuk menyaring kotoran-kotoran yang terdapat pada larutan nira kelapa. Proses pemasakan nira kelapa menjadi gula semut mulai dari jam 7 pagi hingga jam 3 atau 5 sore tergantung dari banyaknya nira yang diperoleh. Dalam 1 hari gula semut yang diperoleh bisa mencapai 12 kg.

gambar 2 : Proses Pengolahan Gula Semut

Proses pengolahan nira kelapa menjadi gula semut masih sangat bergantung pada cuaca, sehingga jumlah gula semut yang dihasilkan tidak menentu setiap harinya. Nira kelapa yang belum dimasak, akan disaring terlebih dahulu agar kotoran seperti batu atau lainnya tersaring. Hal tersebut merupakan salah satu cara untuk meminimalisir kotoran yang terdapat pada produk gula semut. Kualitas gula semut yang dihasilkan ditentukan dari bahan baku utamanya.

gambar 3 : Produk Gula Semut Organik

Referensi:

Adhiem, M. A. 2018. Kebijakan Impor Gula: Potensi Dampak dan Upaya Pengamanan Stok Nasional. Vol. X, No. 17/I/Puslit/September/2018.

Kartika, A.M. 2017. Pengaruh Penambahan Ekstrak Bunga Kecombrang (Etlingera Etlatior) Terhadap Sifat Fisikokimia Gula Semut Kelapa. Unpublished Thesis. Semarang: Universitas Diponegoro.

Nuryani, L.D. 2018. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Loyalitas Petani Gula Semut Sebagai Mitra Dengan Pt Mega Inovasi Organik Kecamatan Bagelen Kabupaten Purworejo. Unpublished Thesis. Semarang: Universitas Diponegoro.

Zuliana, C., E. Widyastuti Dan W. H. Susanto. 2016. Pembuatan Gula Semut Kelapa (Kajian Ph Gula Kelapa Dan Konsentrasi Natrium Bikarbonat). Jurnal Pangan Dan Agroindustri 4 (1) : 109 – 119.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kaledo (Kaki Lembu Donggala) - Makanan Khas Sulawesi Tengah

Kaledo merupakan makanan khas Sulawesi Tengah, tepatnya di Donggala, Kota Palu yang berupa sop bening tulang kaki sapi dan sumsumnya yang disajikan saat masih panas. Bumbu-bumbu yang digunakan berupa cabe rawit, dan asam mentah yang terlebih dahulu direbus dan dihaluskan, serta garam secukupnya. Makanan ini banyak dihidangkan pada hari-hari besar oleh masyarakat Sulawesi Tengah, seperti Lebaran atau Idul Fitri. Biasanya, penyajiannya dipadukan dengan Burasa (nasi santan yang dibungkus daun pisang). Selain itu, kaledo khas Palu ini juga biasa dikonsumsi dengan singkong atau ubi rebus (Tjota, dkk., 2017) . Salah satu mata pencaharian Donggala adalah ternak sapi. Donggala memiliki ternak sapi yang khas yang dinamakan sapi Donggala. Sapi Donggala telah dibudidayakan secara turun-temurun, sehingga menjadi kekayaan sumber daya genetik ternak Indonesia. Sumber mata pencaharian inilah yang menciptakan suatu kuliner khas Donggala yang baru yang berbahan dasar daging sapi, yaitu Kaledo (Kak

TABLE MANNER

Table Manner  merupakan aturan etiket yang digunakan dalam sebuah jamuan makan yang terdiri dari beberapa tahap menu yang dihidangkan bergantian dari mulai pembuka (appetizer) sampai pada tahap penutup (dessert). Aturan dalam table manner mencakup penggunaan yang tepat dari peralatan makan. Selama ini table manner identik dengan acara jamuan makan resmi bergaya Barat. Sebenarnya tidak demikian. Etiket makan tidak hanya terdapat di negara-negara barat. Di negara lain seperti Jepang, Cina, termasuk Indonesia pun memiliki etiket makan masing-masing. Pertama kali, table manner diperkenalkan oleh Raja Louis dari Perancis yang memiliki kebiasaan mengadakan jamuan dan mengundang para bangsawan kerajaan-kerajaan di sekitarnya. Bagi bangsa Eropa, table manner merupakan aturan standar yang sering digunakan pada saat acara makan bersama di keluarga besar terutama saat bersantap bersama-sama di sebuah acara resmi. Terdapat beberapa aturan  table manner  yang umum dipelajari,

MAKANAN KHAS INDONESIA HASIL ASIMILASI BUDAYA

Sebagai pembentuk dan penanda identitas kebudayaan suatu daerah, makanan (termasuk bahan pangan yang dapat dikonsumsi) merupakan bagian dari budaya masyarakat yang digolongkan sebagai bagian dari kebudayaan materiil   dan aspek sistem peralatan hidup. Menurut Den Hartog pada tahun 2006, makanan merupakan bagian yang menyatu antara budaya kelompok, agama dan bangsa. Pemaknaan tersebut menandai konsep mendasar mengenai makanan tradisional. Dalam sudut pandang ilmu pangan, ada kecenderungan bagi masyarakat untuk memperkenalkan makanan tradisional dari daerah mereka masing-masing, namun karena masifnya makanan modern dan makanan instan serta perubahan posisi makanan sebagai simbol ekspresi belaka, sehingga masyarakat memilih makanan tersebut menjadi konsumsi sehari-hari dan cenderung melupakan makanan khas daerahnya. Berikut merupakan beberapa contoh makanan khas Indonesia yang menjadi hasil dari asimilasi budaya: Siomay Siomay merupakan salah satu jenis dim sum yang digemari oleh m