Langsung ke konten utama

Mengenal Kopi Organik “ASHOKA” by Yasyana Polyana Indonesia

Tanaman kopi (Coffea sp.) termasuk dalam famili Rubiaceae dan merupakan tanaman tropis yang banyak diperdagangkan dunia. Pada umumnya, tanaman kopi terdiri dari 3 jenis, seperti Coffea Arabica, Coffea Robusta dan Coffea Liberica. Dalam perkembangannya di dunia, dikenal dua macam yakni kopi Arabica dan Robusta. Di Indonesia sendiri, sebagian besar tanaman kopi merupakan hasil dari perkebunan rakyat dengan penerapan teknologi budidaya yang masih terbatas. Namun bila penerapan teknologi budidaya di perkebunan kopi rakyat terus diperbaiki, maka produksinya dapat ditingkatkan.
Kopi merupakan salah satu komoditas pertanian terkenal yang memiliki tingkat konsumsi tinggi di dunia dan diproduksi oleh lebih dari 60 negara. Dalam budidaya tanaman kopi, terdapat empat faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan budidaya tersebut, yaitu (1) teknik penyediaan sarana produksi, (2) proses produksi/budidaya, (3) teknik penanganan pasca panen dan pengolahan (agroindustri), dan (4) sistem pemasarannya. Keempat faktor tersebut merupakan rangkaian kegiatan yang berkesinambungan sehingga harus diterapkan dengan baik dan benar (Vidal et al., 2010).
Menurut Mahfud (2012), semua spesies kopi memiliki bunga berwarna putih yang beraroma wangi. Bunga tersebut muncul pada ketiak daunnya. Adapun buah kopi tersusun dari kulit buah (epicarp), daging buah (mesocarp) atau yang dikenal dengan sebutan pulp, dan kulit tanduk (endocarp). Buah yang terbentuk akan matang selama 7-12 bulan. Buah kopi yang masih muda berwarna hijau, sedangkan buah yang masak berwarna merah. Setiap bulan kopi memiliki dua biji dimana biji kopi dibungkus kulit keras disebut kulit tanduk (parchment skin). Tanaman kopi memiliki dua tipe pertumbuhan cabang, yaitu cabang ortotrop dan cabang plagiotrop. Cabang ortotrop ditandai dengan pertumbuhan ke arah vertikal sedangkan cabang plagiotrop tumbuh ke arah horizontal. Perkebunan kopi Yasyana Polyana menerapkan pertumbuhan cabang ortotrop dengan tujuan agar proses pemanenan kopi lebih mudah. 

Menurut Pusat Standarisasi dan Akreditasi Departemen Pertanian (2003), tanaman kopi jenis Robusta umumnya hidup di dataran yang lebih rendah dibanding jenis Arabika. Kopi jenis Robusta tumbuh baik di dataran rendah sampai ketinggian sekitar 1000 m diatas permukaan laut dengan suhu sekitar 200oC. Sedangkan kopi Arabika tumbuh baik di daerah-daerah yang lebih tinggi sampai ketinggian sekitar 1700 m di atas permukaan laut dengan suhu sekitar 10-16°C. Kopi Robusta juga memiliki kandungan kafein yang lebih tinggi dan aroma yang khas. Selain itu, tanaman kopi jenis Robusta juga lebih tahan terhadap hama penyakit dan lebih banyak berproduksi dibandingkan kopi Arabika.
Produk lain yang dipasarkan Yasnaya Polyana selain gula semut adalah kopi bubuk dengan nama jual “Ashoka”. “Ashoka” termasuk jenis kopi robusta yang diproduksi di pengolahan kopi Yasnaya Polyana. Biji kopi yang digunakan sebagai bahan baku berasal dari perkebunan yang terletak pada Gunung Slamat Banyumas, Jawa Tengah. Perkebunan tersebut merupakan hasil peninggalan Belanda (1920) yang kemudian dilestarikan sehingga menjadi perkebunan kopi “Ashoka”. Perkebunan tersebut sudah hampir 20 tahun tidak tersentuh oleh pestisida, dan bahan kimia pertanian. Hal tersebut membuat biji kopi yang dihasilkan dapat dikategorikan sebagai organik. Biji kopi yang sudah dipanen, kemudian di proses menggunakan metode alami/natural process sehingga menghasilkan kopi dengan citarasa yang tidak asam dan memiliki flavour buah.
            Biji kopi yang sudah di proses kemudian dihaluskan sehingga menjadi bubuk. Kopi bubuk tersebut dikemas dalam standing pouch yang kedap udara sehingga menjaga kualitas produk. Target pasar yang dituju adalah kedai kopi dan semua kalangan masyarakat yang menyukai kopi dengan rentang umur 17-35 dan berdomisili di daerah Banyumas dan pusat kota Purwokerto. Hal tersebut dikarenakan produksi kopi yang masih belum skala pabrik, sehingga dikhususkan untuk masyarakat di sekitar tempat pengolahannya, yaitu di Banyumas.
Harga jual kopi “Ashoka” ini mulai dari Rp. 35.000,00 hingga Rp. 75.000,00. Menurut penulis, harga tersebut termasuk mahal jika dibandingkan dengan kopi bubuk robusta komersial yang dijual di pasaran. Akan tetapi, karena produk kopi “Ashoka” ini memiliki nilai tambah lainnya yaitu penggunaan biji kopi organik sehingga kopi yang dihasilkan mempunyai citarasa yang sangat unik dan lengkap. Maka harga tersebut menjadi logis (tidak terlalu mahal).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kaledo (Kaki Lembu Donggala) - Makanan Khas Sulawesi Tengah

Kaledo merupakan makanan khas Sulawesi Tengah, tepatnya di Donggala, Kota Palu yang berupa sop bening tulang kaki sapi dan sumsumnya yang disajikan saat masih panas. Bumbu-bumbu yang digunakan berupa cabe rawit, dan asam mentah yang terlebih dahulu direbus dan dihaluskan, serta garam secukupnya. Makanan ini banyak dihidangkan pada hari-hari besar oleh masyarakat Sulawesi Tengah, seperti Lebaran atau Idul Fitri. Biasanya, penyajiannya dipadukan dengan Burasa (nasi santan yang dibungkus daun pisang). Selain itu, kaledo khas Palu ini juga biasa dikonsumsi dengan singkong atau ubi rebus (Tjota, dkk., 2017) . Salah satu mata pencaharian Donggala adalah ternak sapi. Donggala memiliki ternak sapi yang khas yang dinamakan sapi Donggala. Sapi Donggala telah dibudidayakan secara turun-temurun, sehingga menjadi kekayaan sumber daya genetik ternak Indonesia. Sumber mata pencaharian inilah yang menciptakan suatu kuliner khas Donggala yang baru yang berbahan dasar daging sapi, yaitu Kaledo (Kak

TABLE MANNER

Table Manner  merupakan aturan etiket yang digunakan dalam sebuah jamuan makan yang terdiri dari beberapa tahap menu yang dihidangkan bergantian dari mulai pembuka (appetizer) sampai pada tahap penutup (dessert). Aturan dalam table manner mencakup penggunaan yang tepat dari peralatan makan. Selama ini table manner identik dengan acara jamuan makan resmi bergaya Barat. Sebenarnya tidak demikian. Etiket makan tidak hanya terdapat di negara-negara barat. Di negara lain seperti Jepang, Cina, termasuk Indonesia pun memiliki etiket makan masing-masing. Pertama kali, table manner diperkenalkan oleh Raja Louis dari Perancis yang memiliki kebiasaan mengadakan jamuan dan mengundang para bangsawan kerajaan-kerajaan di sekitarnya. Bagi bangsa Eropa, table manner merupakan aturan standar yang sering digunakan pada saat acara makan bersama di keluarga besar terutama saat bersantap bersama-sama di sebuah acara resmi. Terdapat beberapa aturan  table manner  yang umum dipelajari,

MAKANAN KHAS INDONESIA HASIL ASIMILASI BUDAYA

Sebagai pembentuk dan penanda identitas kebudayaan suatu daerah, makanan (termasuk bahan pangan yang dapat dikonsumsi) merupakan bagian dari budaya masyarakat yang digolongkan sebagai bagian dari kebudayaan materiil   dan aspek sistem peralatan hidup. Menurut Den Hartog pada tahun 2006, makanan merupakan bagian yang menyatu antara budaya kelompok, agama dan bangsa. Pemaknaan tersebut menandai konsep mendasar mengenai makanan tradisional. Dalam sudut pandang ilmu pangan, ada kecenderungan bagi masyarakat untuk memperkenalkan makanan tradisional dari daerah mereka masing-masing, namun karena masifnya makanan modern dan makanan instan serta perubahan posisi makanan sebagai simbol ekspresi belaka, sehingga masyarakat memilih makanan tersebut menjadi konsumsi sehari-hari dan cenderung melupakan makanan khas daerahnya. Berikut merupakan beberapa contoh makanan khas Indonesia yang menjadi hasil dari asimilasi budaya: Siomay Siomay merupakan salah satu jenis dim sum yang digemari oleh m