Ingkung ayam merupakan salah satu
makanan khas yang disajikan dalam berbagai upacara tradisional masyarakat Jawa
bersamaan dengan tumpeng. Ingkung ayam adalah salah satu bentuk budaya Jawa
yang sudah hadir dari sebelum adanya pengaruh agama-agama di Indonesia. Ingkung
ayam didasarkan pada kesadaran orang-orang zaman dahulu mengenai hubungan antar
manusia, hubungan manusia dan alam, serta hubungan antara manusia dengan Tuhan.
Prinsip ini merupakan prinsip hidup dalam budaya Jawa yang disebut dengan
kejawen.
Kejawen dapat diartikan sebagai pola
atau pandangan hidup orang Jawa yang hidup berdasarkan moralitas dan religi
yang tercerminkan dalam hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan alam, serta
hubungan antara manusia dengan manusia lain (Prabowojati, 2014). Ketiga prinsip
ini sangat penting karena hubungan antara Tuhan, manusia, dan alam merupakan hubungan
yang tidak dapat terpisahkan (Samidi, 2016). Manusia merupakan makhluk sosial
yang harus hidup bersama dengan orang lain dan akan melibatkan orang lain dalam
segala sesuatu yang dilakukan.
Konsumsi ayam ingkung pada zaman
dahulu sangat berbeda dengan tujuan konsumsi ingkung ayam pada masa sekarang. Konsumsi
ayam ingkung hanya dilakukan untuk acara syukuran, seperti pada perayaan
kelahiran ataupun acara kenaikan kelas anak. Acara-acara ini akan berkutat pada
rasa syukur masyarakat sekitar dan bukan didasarkan pada acara dalam memperingati
hari-hari keagamaan. Akan tetapi dengan adanya perkembangan zaman dan adanya teknologi
yang memudahkan masyarakat, kini ingkung ayam dapat dikonsumsi tanpa adanya
acara syukuran dan kini tidak lagi dikhususkan pada acara spesial.
Ingkung ayam pada zaman dahulu,
berbahan dasar ayam jantan hutan karena mudah didapatkannya. Namun seiring
dengan perkembangan zaman, penggunaan ayam dalam pembuatan ingkung ayam lebih ditafsirkan
filosofinya. Ayam dikenal memiliki karakteristik-karakteristik yang baik. Ayam
dianggap sebagai hewan yang berkarakter rajin karena bangun pada pagi hari, lalu
berkokok untuk membangunkan manusia. Sehingga, ayam dianggap hewan yang tekun
dan berguna bagi manusia. Selain itu juga, ayam merupakan hewan yang selektif
akan makanan yang dimakan. Keselektifan ini juga diharapkan dimiliki oleh manusia,
yaitu dalam hal memilah-milah hal yang baik dan buruk. Secara spesifik, ayam
yang digunakan merupakan ayam jago. Ayam jago digunakan karena dianggap memiliki
sifat gagah dan sombong juga merupakan ayam petarung dan ayam yang paling kuat
sehingga melambangkan manusia yang paling hebat.
Ayam yang digunakan dalam pembuatan
ingkung ayam akan dibersihkan bulu dan jeroannya. Pembersihan bulu dan jeroan
dari ayam menyimbolkan manusia harus membersihkan diri dari luar dan dalam.
Membersihkan diri yang dimaksud adalah meninggalkan sifat-sifat buruk
terdahulu. Ayam yang sudah bersih dianggap seperti bayi yang baru lahir dan
suci. Sesudah dibersihkan, jeroan ayam kemudian akan dimasukkan kembali. Selain
itu, ayam juga dimasak secara utuh yang dapat diartikan bahwa tidak boleh ada
satupun yang kurang dari manusia dan manusia harus utuh.
Proses pemasakan ingkung dilakukan dengan mengikat ayam pada bagian kepala, sayap, dan kakinya. Hal ini menandakan bahwa sifat buruk manusia harus diikat agar tidak kembali melakukan hal buruk. Selain itu, ayam diikat agar berwujud seperti orang berdoa. Ayam yang diikat menandakan manusia yang sudah dibersihkan dan sudah kembali suci harus duduk diam dan berdoa untuk mohon petunjuk dari Tuhan. Ayam yang sudah diikat akan terlihat seperti manusia yang sedang sholat karena bagian kepalanya menunduk. Posisi ayam ini diartikan sebagai manusia harus berserah diri pada Tuhan. Ingkung ayam juga dapat diartikan sebagai simbol untuk memohon kepada Gusti Allah supaya dijauhkan dari dosa dan kesalahan, serta menunjukkan sifat pasrah, berbakti dan tunduk kepada Gusti Allah.
Proses pemasakan ingkung dilakukan dengan mengikat ayam pada bagian kepala, sayap, dan kakinya. Hal ini menandakan bahwa sifat buruk manusia harus diikat agar tidak kembali melakukan hal buruk. Selain itu, ayam diikat agar berwujud seperti orang berdoa. Ayam yang diikat menandakan manusia yang sudah dibersihkan dan sudah kembali suci harus duduk diam dan berdoa untuk mohon petunjuk dari Tuhan. Ayam yang sudah diikat akan terlihat seperti manusia yang sedang sholat karena bagian kepalanya menunduk. Posisi ayam ini diartikan sebagai manusia harus berserah diri pada Tuhan. Ingkung ayam juga dapat diartikan sebagai simbol untuk memohon kepada Gusti Allah supaya dijauhkan dari dosa dan kesalahan, serta menunjukkan sifat pasrah, berbakti dan tunduk kepada Gusti Allah.
Proses
pemasakan ingkung ayam akan dibiarkan selama seharian hingga tulang ayam
menjadi empuk. Ingkung ayam disajikan bersama-sama dengan tumpeng. Penyajian
tumpeng bersama dengan ingkung ayam dilakukan pada saat ritual-ritual tertentu
seperti syukuran. Syukuran dilakukan apabila terjadi peristiwa yang
menggembirakan misalnya anak dalam keluarga tersebut naik kelas. Setelah tumpeng
dan ingkung ayam disiapkan, keluarga akan memanggil tetangga-tetangga atau
keluarganya untuk berkumpul bersama dan berdoa. Bentuk doa yang selalu didoakan
dalam budaya jawa dan paling diutamakan antara lain sehat, selamat, dan bahagia.
Setelah didoakan, tumpeng dan ingkung ayam akan dibagi-bagikan oleh kepala
keluarga maupun tetua yang ada.
References:
Juwita, W. 2019. Makalah Budaya Makanan : Ingkung Ayam. Tangerang: Universitas
Surya.
Prabowojati, F.W. 2014. Landasan Konseptual Perencanaan Dan
Perancangan Museum Spiritualitas Kejawen Di Kota Yogyakarta. Sarjana.
Universitas Atma Jaya Yogyakarta.
Samidi, S. (2016). Tuhan, Manusia, dan
Alam: Analisis Kitab Primbon Atassadhur Adammakna. SHAHIH: Journal of Islamicate Multidisciplinary, 1(1), pp.13-26.
Komentar
Posting Komentar