Langsung ke konten utama

Sop Konro - Makanan Khas Bugis-Makassar


Indonesia merupakan negara yang beragam suku dan budaya. Salah satu keberagaman yang dimiliki Indonesia adalah makanan. Sulawesi Selatan sebagai salah satu provinsi di Indonesia memiliki budaya makanan asli suku Bugis-Makassar yaitu sop konro. Sop Konro merupakan masakan sop iga sapi khas Indonesia yang berasal dari tradisi masyarakat Bugis-Makassar. Kementrian Pariwisata RI menetapkan sop konro menjadi ikon kuliner di Makassar. Menurut Johar Amir, Dosen Sastra Daerah (Bahasa Bugis dan Makassar) Universitas Hasanuddin kata “konro” itu sendiri dalam bahasa Bugis-Makassar tidak ada artinya. Sop konro merupakan masakan berkuah dengan warna coklat kehitaman. Warna gelap kuah sop konro berasal dari penggunaan buah keluak. Cita rasa sop konro relatif “kuat” akibat dari penggunaan ketumbar. Awalnya, sop konro dimasak dalam bentuk sop, namun, kini terdapat variasi kering tanpa kuah yang disebut “konro bakar”. Konro bakar merupakan iga sapi bakar yang dipadukan dengan bumbu kacang. Sop konro merupakan makanan sehari-hari masyarakat suku Bugis-Makassar yang biasa dimakan bersama dengan nasi atau buras. Buras merupakan makanan berbahan dasar beras khas dari suku Bugis yang masih dipertahankan sampai saat ini. Rasa buras sangat berbeda dengan ketupat. Hal ini dikarenakan buras dimasak khusus dengan campuran santan. Biasanya, buras disajikan bersama dengan sop konro pada hari raya Idul Fitri.

Awalnya, bahan dasar pembuatan sop konro ialah kerbau, namun seiring berjalannya waktu, penyuka masakan olahan kerbau semakin sedikit dan populasi kerbau semakin sedikit, sehingga harga kerbau menjadi lebih mahal. Oleh karena itu, bahan dasar sop konro diganti menjadi sapi. Terdapat beberapa perbedaan antara sop konro dengan sop iga sapi komersial, perbedaan tersebut terdapat pada penggunaan rempah-rempah. Pada sop konro, rempah-rempah yang digunakan lebih banyak dibandingkan rempah-rempah di sop iga sapi. Selain itu, pembuatan sop konro menggunakan tulang iga rusuk panjang, sementara sop iga sapi menggunakan tulang iga yang dipotong kecil-kecil.

Menurut Andi Karunrung (2017) seorang Kabid Destinasi Dinas Pariwisata Makassar, sop konro tercipta karena adanya acara-acara adat seperti pernikahan, khitanan. Dimana pada acara adat tersebut terdapat ritual memotong kerbau, kemudian warga mengambil bagian iga rusuk panjangnya, lalu dimasak dengan bumbu yang sederhana. Namun menurut Hari Samin seorang pelaku budaya rumah makan Mamink Daeng Tata, awal mula terciptanya sop konro karena hasil masakan Haji Hanafing pada tahun 1960an. Menurut beliau, Haji Hanafing merupakan tokoh penemu sop konro karena pada waktu itu mendirikan rumah makan di Lapangan Kareboshi, Makassaar dan sop konro untuk pertama kalinya disajikan di rumah makan tersebut.


source: sukakuliner

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kaledo (Kaki Lembu Donggala) - Makanan Khas Sulawesi Tengah

Kaledo merupakan makanan khas Sulawesi Tengah, tepatnya di Donggala, Kota Palu yang berupa sop bening tulang kaki sapi dan sumsumnya yang disajikan saat masih panas. Bumbu-bumbu yang digunakan berupa cabe rawit, dan asam mentah yang terlebih dahulu direbus dan dihaluskan, serta garam secukupnya. Makanan ini banyak dihidangkan pada hari-hari besar oleh masyarakat Sulawesi Tengah, seperti Lebaran atau Idul Fitri. Biasanya, penyajiannya dipadukan dengan Burasa (nasi santan yang dibungkus daun pisang). Selain itu, kaledo khas Palu ini juga biasa dikonsumsi dengan singkong atau ubi rebus (Tjota, dkk., 2017) . Salah satu mata pencaharian Donggala adalah ternak sapi. Donggala memiliki ternak sapi yang khas yang dinamakan sapi Donggala. Sapi Donggala telah dibudidayakan secara turun-temurun, sehingga menjadi kekayaan sumber daya genetik ternak Indonesia. Sumber mata pencaharian inilah yang menciptakan suatu kuliner khas Donggala yang baru yang berbahan dasar daging sapi, yaitu Kaledo (Kak

TABLE MANNER

Table Manner  merupakan aturan etiket yang digunakan dalam sebuah jamuan makan yang terdiri dari beberapa tahap menu yang dihidangkan bergantian dari mulai pembuka (appetizer) sampai pada tahap penutup (dessert). Aturan dalam table manner mencakup penggunaan yang tepat dari peralatan makan. Selama ini table manner identik dengan acara jamuan makan resmi bergaya Barat. Sebenarnya tidak demikian. Etiket makan tidak hanya terdapat di negara-negara barat. Di negara lain seperti Jepang, Cina, termasuk Indonesia pun memiliki etiket makan masing-masing. Pertama kali, table manner diperkenalkan oleh Raja Louis dari Perancis yang memiliki kebiasaan mengadakan jamuan dan mengundang para bangsawan kerajaan-kerajaan di sekitarnya. Bagi bangsa Eropa, table manner merupakan aturan standar yang sering digunakan pada saat acara makan bersama di keluarga besar terutama saat bersantap bersama-sama di sebuah acara resmi. Terdapat beberapa aturan  table manner  yang umum dipelajari,

MAKANAN KHAS INDONESIA HASIL ASIMILASI BUDAYA

Sebagai pembentuk dan penanda identitas kebudayaan suatu daerah, makanan (termasuk bahan pangan yang dapat dikonsumsi) merupakan bagian dari budaya masyarakat yang digolongkan sebagai bagian dari kebudayaan materiil   dan aspek sistem peralatan hidup. Menurut Den Hartog pada tahun 2006, makanan merupakan bagian yang menyatu antara budaya kelompok, agama dan bangsa. Pemaknaan tersebut menandai konsep mendasar mengenai makanan tradisional. Dalam sudut pandang ilmu pangan, ada kecenderungan bagi masyarakat untuk memperkenalkan makanan tradisional dari daerah mereka masing-masing, namun karena masifnya makanan modern dan makanan instan serta perubahan posisi makanan sebagai simbol ekspresi belaka, sehingga masyarakat memilih makanan tersebut menjadi konsumsi sehari-hari dan cenderung melupakan makanan khas daerahnya. Berikut merupakan beberapa contoh makanan khas Indonesia yang menjadi hasil dari asimilasi budaya: Siomay Siomay merupakan salah satu jenis dim sum yang digemari oleh m