Langsung ke konten utama

Pengaruh Negara Asing terhadap Pangan Indonesia


Indonesia merupakan negeri yang kaya akan kekayaan alamnya, seperti rempah-rempah. Hal ini mengakibatkan banyaknya negara asing yang berbondong-bondong untuk mencari rempah-rempah yang tersebar di seluruh daerah di Indonesia. Awalnya, tujuan utama masuknya negara-negara asing tersebut adalah mencari rempah-rempah, namun mereka juga menyebarkan bumbu-bumbu dari negara asalnya. Sehingga beberapa makanan di Indonesia terpengaruh budaya negara asing tersebut.

Ada beberapa gelombang kedatangan masyarakat Tionghoa ke Indonesia. Golongan pertama yaitu golongan cerdik cendekia. Hal ini dikarenakan, di daerah Sumatera Selatan atau di Sriwijaya terdapat pusat agama Buddha sehingga masyarakat Tionghoa belajar agama disana. Golongan ini menyebar hingga ke pulau Jawa. Mendirikan sekolah-sekolah sehingga banyak sekolah Tionghoa di Jawa. Gelombang kedua yaitu golongan orang-orang kaya, karena mereka tahu adanya peluang sehingga mereka mempunyai perkebunan-perkebunan besar di pulau Jawa. Misalnya seperti perkebunan tebu dan mendirikan pabrik gula, atau perkebunan tembakau dan mendirikan pabrik rokok. Sedangkan gelombang ketiga dan keempat, yaitu pendatang yang memang bertujuan untuk merantau atau masyarakat yang didatangkan Belanda setelah zaman tanam paksa. Pada zaman tanam paksa, didirikan perkebunan-perkebunan yang memerlukan tenaga-tenaga masyarakat karena tenaga ahli dari Indonesia kurang. Sehingga didatangkanlah tenaga-tenaga dari Tionghoa. Orang-orang yang dibawa ke Sumatera Utara, pada akhirnya menjadi penduduk disana.

Terdapat 2 macam sub-suku Tionghoa yang masuk ke Indonesia, yaitu Hakka dan Hokkian. Masyarakat Tionghoa yang menetap di Bangka sebagian besar merupakan Tionghoa Hakka, sedangkan masyarakat Tionghoa yang menetap di Medan (Sumatera Utara) sebagian besar merupakan Tionghoa Hokkian. Hal ini dapat dilihat dari perbedaan aksen dan dialek bahasa yang digunakan. Makanan khas yang terdapat di Medan hingga saat ini, seperti chi cong fankwetiau, dan laksa merupakan hasil perpaduan budaya Melayu dan Tionghoa Hokkian. Selain itu, cara menyeduh kopi Medan juga sama seperti kopi Aceh, yaitu dengan menyeduh bubuk kopi, kemudian disaring menggunakan saringan yang panjangnya seperti kaus kaki dan ditampung di wadah lain dengan gerakan seperti akrobat. Mengenai rasa dari kopi Medan ini sendiri, terdapat kabar burung yang menyatakan bahwa kopi tersebut ditambahkan sedikit ganja karena membuat peminumnya selalu ingin lagi dan lagi (nagih).

Masakan Riau, Bangka Belitung, dan Lampung banyak dipengaruhi oleh budaya Tionghoa. Hal ini dapat dilihat dari adanya makanan fermentasi seperti belacan. Belacan ini di Jawa disebut sebagai terasi karena pengaruh aksen Inggris. Ada perbedaan antara terasi Lampung dan terasi Bangka. Terasi Lampung cenderung lebih encer, sedangkan terasi Bangka cenderung lebih kering (padat seperti pasta). Di Bangka Belitung, daratannya banyak pasir sehingga tumbuhan hampir habis dan banyak hewan seperti cacing wak-wak yang biasanya dikeringkan, lalu diasinkan dan dijadikan seperti mie. Sementara karena berada di daerah pesisir Pulau Sumatera, makanannya pun sebagian besar berbahan dasar hewan laut (seafood), seperti bekasang dan rusip (ikan teri yang dimasukkan ke dalam botol, diberi garam dan terkadang ditambah sedikit cuka). Di Pontianak dan Kalimantan Barat juga banyak terdapat masyarakat Tionghoa Hakka. Makanan daerah yang dipengaruhi budaya Tionghoa ini misalnya tau suan dan soto Banjar.

Sedangkan di Kalimantan Timur (Samarinda, Balikpapan), mereka tidak memiliki makanan khas tertentu, hanya  saja, yang terkenal di daerah ini ialah kepiting-kepiting lunaknya. Banyak masyarakat dari luar pulau yang mampir ke daerah ini hanya untuk membeli kepiting tersebut.

Di Aceh, makanan-makanannya dipengaruhi oleh bumbu-bumbu India, seperti mie Aceh yang mempunyai aroma khas kari dan kopi Aceh yang teknik pembuatannya sama seperti kopi India. Asam sunthi, daun gegareng, dan temurui yang sering digunakan dalam masakan-masakan Aceh juga merupakan bumbu-bumbu yang digunakan dalam masakan India.

Pada zaman dahulu, wilayah Betawi juga merupakan wilayah pelabuhan terkenal yang disebut sebagai Sunda Kelapa / Batavia, tempat persinggahan perahu-perahu besar dari berbagai wilayah. Hal ini pun berdampak pada penggunaan bumbu di makanan Betawi. Makanan-makanan khas Betawi menggunakan bumbu-bumbu yang sangat beragam karena merupakan hasil perpaduan budaya Tionghoa, Bugis/ Makassar, Sumatera, Melayu, dan Eropa. Contoh makanan-makanan tersebut adalah, gado-gado, pecel, ketoprak, soto Betawi dan sayur asem. Di Banten, masakan-masakannya adalah khas suku Sunda, seperti lalapanpepes, dan sate Bandeng (ikan Bandeng yang diambil dagingnya, disuwir, dicampur tepung, dimasukkin lagi ke badan ikan, kemudian ditusuk pakai bambu). Sementara di daerah Jawa Tengah hingga Jawa Timur, makanan-makanannya merupakan hasil perpaduan dari budaya makanan Tionghoa dan Arab. Hal ini dapat dilihat dari jenis makanannya yang banyak akan sup dan soto daging. Misalnya di Cirebon, terdapat empal gentong dan cumi kuah hitam. Di Kudus terdapat soto Kudus, dan di Semarang terdapat lumpia Semarang. Sedangkan di Banyumas terkenal akan mendoan dan sroto sokka. Di Tegal dan Pekalongan, banyak soto yang disebut sauto. Di Solo (Surakarta) terdapat nasi liwet (mirip dengan nasi campur Tionghoa), sup-supan seperti tengkleng Sologulai, dan timlo Solo (mirip Chinese soup). Ada juga bestik Solo yang tercipta karena pengaruh bangsa Eropa. Di Jogjakarta terdapat gudeg yang merupakan perpaduan dari berbagai suku), bakpia yang merupakan pengaruh dari kue Pia Tionghoa, Bakmi Jawa (mie pertama yang diciptakan oleh orang Tionghoa), dan Buntil (petai Cina yang dicampur kelapa menggunakan beberapa jenis bambu, dibungkus daun, lalu dikukus. Ada juga yang terkadang menambahkannya dengan telur agar menyatu). Di Blora terdapat sate Blora. Sate juga merupakan makanan yang banyak terdapat di Tionghoa dan Jepang. Sate Blora ini berbahan dasar daging yang berukuran besar yang ditusuk menggunakan bambu dan dimakan dengan kuah. Di Surabaya (Jawa Timur) terdapat rawonsoto Ambenganpetisrujak cingur, dan kupang (kerang kecil). Sedangkan di Madura terdapat Bubur Madura dan Sate Madura.

Bali terkenal akan bumbu Bali dan sambal Matah. Di Bali  ini banyak umat beragama Hindu yang menunjukkan pengaruh budaya India yang sangat kental sehingga penggunaan rempah-rempah dalam masakannya juga banyak. Lombok terkenal akan ayam Taliwang-nya. Awalnya ayam Taliwang dibuat oleh orang asli Sumba yang kemudian berpindah dan menetap di Lombok, hingga akhirnya masakan ayam ini terkenal di Lombok.

Sulawesi Selatan terkenal akan Es Palu ButungCoto Makassar, dan Sop Konro. Maluku merupakan wilayah pertama di Indonesia yang disinggahi bangsa Portugis untuk mencari buah pala. Setelah bangsa Portugis, Belanda juga ikut datang ke wilayah ini untuk berebut buah pala. Di Timor-Timur, terdapat banyak orang Sunda yang berjualan sate, sehingga masakan-masakannya mirip masakan Sunda.

Macam-macam makanan diatas merupakan contoh makanan yang terdapat di setiap daerah di Indonesia yang mendapat pengaruh dari budaya makanan Melayu, Tionghoa (China), India, dan Eropa.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kaledo (Kaki Lembu Donggala) - Makanan Khas Sulawesi Tengah

Kaledo merupakan makanan khas Sulawesi Tengah, tepatnya di Donggala, Kota Palu yang berupa sop bening tulang kaki sapi dan sumsumnya yang disajikan saat masih panas. Bumbu-bumbu yang digunakan berupa cabe rawit, dan asam mentah yang terlebih dahulu direbus dan dihaluskan, serta garam secukupnya. Makanan ini banyak dihidangkan pada hari-hari besar oleh masyarakat Sulawesi Tengah, seperti Lebaran atau Idul Fitri. Biasanya, penyajiannya dipadukan dengan Burasa (nasi santan yang dibungkus daun pisang). Selain itu, kaledo khas Palu ini juga biasa dikonsumsi dengan singkong atau ubi rebus (Tjota, dkk., 2017) . Salah satu mata pencaharian Donggala adalah ternak sapi. Donggala memiliki ternak sapi yang khas yang dinamakan sapi Donggala. Sapi Donggala telah dibudidayakan secara turun-temurun, sehingga menjadi kekayaan sumber daya genetik ternak Indonesia. Sumber mata pencaharian inilah yang menciptakan suatu kuliner khas Donggala yang baru yang berbahan dasar daging sapi, yaitu Kaledo (Kak

TABLE MANNER

Table Manner  merupakan aturan etiket yang digunakan dalam sebuah jamuan makan yang terdiri dari beberapa tahap menu yang dihidangkan bergantian dari mulai pembuka (appetizer) sampai pada tahap penutup (dessert). Aturan dalam table manner mencakup penggunaan yang tepat dari peralatan makan. Selama ini table manner identik dengan acara jamuan makan resmi bergaya Barat. Sebenarnya tidak demikian. Etiket makan tidak hanya terdapat di negara-negara barat. Di negara lain seperti Jepang, Cina, termasuk Indonesia pun memiliki etiket makan masing-masing. Pertama kali, table manner diperkenalkan oleh Raja Louis dari Perancis yang memiliki kebiasaan mengadakan jamuan dan mengundang para bangsawan kerajaan-kerajaan di sekitarnya. Bagi bangsa Eropa, table manner merupakan aturan standar yang sering digunakan pada saat acara makan bersama di keluarga besar terutama saat bersantap bersama-sama di sebuah acara resmi. Terdapat beberapa aturan  table manner  yang umum dipelajari,

MAKANAN KHAS INDONESIA HASIL ASIMILASI BUDAYA

Sebagai pembentuk dan penanda identitas kebudayaan suatu daerah, makanan (termasuk bahan pangan yang dapat dikonsumsi) merupakan bagian dari budaya masyarakat yang digolongkan sebagai bagian dari kebudayaan materiil   dan aspek sistem peralatan hidup. Menurut Den Hartog pada tahun 2006, makanan merupakan bagian yang menyatu antara budaya kelompok, agama dan bangsa. Pemaknaan tersebut menandai konsep mendasar mengenai makanan tradisional. Dalam sudut pandang ilmu pangan, ada kecenderungan bagi masyarakat untuk memperkenalkan makanan tradisional dari daerah mereka masing-masing, namun karena masifnya makanan modern dan makanan instan serta perubahan posisi makanan sebagai simbol ekspresi belaka, sehingga masyarakat memilih makanan tersebut menjadi konsumsi sehari-hari dan cenderung melupakan makanan khas daerahnya. Berikut merupakan beberapa contoh makanan khas Indonesia yang menjadi hasil dari asimilasi budaya: Siomay Siomay merupakan salah satu jenis dim sum yang digemari oleh m