Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2016

Pengolahan Buah Langka Lobi-Lobi menjadi Kerupuk Lobi-Lobi (KEROBI)

Lobi-lobi (Flacourtia inermis) adalah pohon buah-buahan yang berasal dari kawasan hutan hujan tropis Asia termasuk Malesia.  Meski keberadaan pohon ini sudah langka dan sulit untuk dibudidayakan, namun masih banyak masyarakat yang memanfaatkannya karena buah lobi-lobi memiliki kandungan asam yang cukup kuat. Asam tersebut dipercayai dapat memberi manfaat bagi berbagai jenis pengobatan atau pencegahan bila dikonsumsi. Buah lobi-lobi yang telah masak biasanya dimanfaatkan untuk dijadikan sebagai buah kalengan, asinan, manisan, bahan pembuat rujak, selai atau dimasak dengan gula untuk menjadi sirup. Selain itu, buah lobi-lobi yang masih muda dapat dimanfaatkan sebagai obat diare. Walaupun banyak potensi yang dapat dikembangkan dari buah lobi-lobi, tetapi tidak menjadikan tanaman lobi-lobi ini sebagai tanaman yang banyak dibudidayakan masyarakat. Hal ini dikarenakan tanaman ini memiliki hambatan pada tata cara pelestariannya. Oleh karena itu, kami mengembangkannya menjadi kerupuk lobi-lob

DIVERSIFIKASI PRODUKSI PANGAN dan POLA PRODUKSI&KONSUMSI

Diversifikasi produksi pangan merupakan aspek yang sangat penting dalam ketahanan pangan. Diversifikasi produksi pangan bermanfaat bagi upaya peningkatan pendapatan petani dan memperkecil resiko berusaha. Diversifikasi produksi secara langsung ataupun tidak juga akan mendukung upaya penganekaragaman pangan (diversifikasi konsumsi pangan) yang merupakan salah satu aspek penting dalam ketahanan pangan. Ada dua bentuk diversifikasi produksi yang dapat dikembangkan untuk mendukung ketahanan pangan, yaitu: 1.) Diversifikasi horizontal; yaitu mengembangkan usahatani komoditas unggulan sebagai "core of business" serta mengembangkan usahatani komoditas lainnya sebagai usaha pelengkap untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya alam, modal, dan tenaga kerja keluarga serta memperkecil terjadinya resiko kegagalan usaha. 2.) Diversifikasi regional; yaitu mengembangkan komoditas pertanian unggulan spesifik lokasi dalam kawasan yang luas menurut kesesuaian kondisi agro ekosistemnya, de

ISU PANGAN DI INDONESIA

Peneliti Kebijakan Pangan, Crawford School of Public Policy, Australian National University, John F. McCarthy menyatakan bahwa Indonesia menghadapi tiga isu pangan yang kompleks. Isu pangan ini terjadi akibat adanya tumpang tindih dengan persoalan lain. Adapun persoalan yang dimaksudkan, yakni pertama yaitu kekhawatiran akan jumlah produksi domestik yang tidak mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri sehingga bergantung pada impor yang harganya fluktuatif di pasaran internasional. Kedua, naiknya permintaan komoditas pertanian. Ketiga, Indonesia telah menyatakan komitmennya terhadap program ekonomi hijau dan pembangunan pedesaan rendah emisi. "Lalu bagaimana kebijakan untuk merespons ketiga isu tersebut bisa berjalan selaras sementara masing-masing mempunyai capaian yang berbeda bahkan berseberangan?" ujar McCarthy Setidaknya, ada lima paradigma di dalam kebijakan pangan menurut McCarthy. Adapun lima paradigma tersebut yang pertama, swasembada pangan ( food self-sufficiency )

FAKTOR-FAKTOR UTAMA PENENTU KETAHANAN PANGAN

Memang sangat ironis melihat kenyataan bahwa Indonesia sebagai sebuah negara agraris besar mengalami masalah ketahanan pangan. Menurut Suyadi (2008), Indonesia saat ini mengalami 2 bentuk krisis pangan, yakni krisis pangan secara berkala dan kronis. Krisis pangan berkala terjadi karena, misalnya, adanya bencana alam, konflik sosial, fluktuasi harga, dll. Sedangkan jenis krisis pangan kedua tersebut adalah krisis yang terjadi secara berulang-ulang dan terus-menerus. Krisis ini ditengarai adanya akses terbatas terhadap persediaan pangan disertai harga pangan yang melambung tinggi. Menurut informasi dari WFP, daerah-daerah di Indonesia yang mengalami krisis pangan kronis adalah Sumatera Utara, Jawa Timur, Jawa Barat, Kalimantan Timur dan sebagian Kalimantan Tengah, Kepulauan Nusa Tenggara, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Papua Barat, serta Maluku. Menurut Suyadi, pada tingkat nasional, Indonesia tidak punya masalah dengan pangan, namun, secara mikro, krisis pangan telah

DETERMINAN MASALAH PANGAN

Permasalahan pangan terjadi jika suatu rumah tangga, masyarakat atau daerah tertentu mengalami ketidak-cukupan pangan untuk memenuhi standar kebutuhan fisiologis bagi pertumbuhan dan kesehatan seluruh individu anggota keluarganya. Ada tiga hal penting yang mempengaruhi tingkat permasalahan pangan, yaitu : a.      Kemampuan penyediaan pangan kepada individu/rumah. b.      Kemampuan individu / rumah tangga untuk mendapatkan pangan. c.    Proses distribusi dan pertukaran pangan yang tersedia dengan sumber daya yang dimiliki oleh individu/rumah tangga. Permasalahan pangan tidak hanya ditentukan oleh tiga pilar tersebut namun oleh sejumlah faktor berikut: a.      Sumber Daya Lahan Menurut staf khusus dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) (Herman Siregar), lahan sawah terancam semakin cepat berkurang, walaupun sebenarnya lahan yang secara potensial dapat digunakan, belum digunakan masih banyak.  Alasannya, pencetakan sawah baru menemui banyak kendala, termasuk biayanya yang

BERAS MENJADI SALAH SATU MASALAH KETAHANAN PANGAN INDONESIA

Indonesia merupakan negara pemakan beras nomor empat terbesar di dunia. Konsumsi beras penduduk Indonesia mencapai 139 kg/kapita setiap tahunnya. Dengan laju pertumbuhan penduduk yang terus tumbuh, kebutuhan akan beras akan terus meningkat setiap tahunnya. Di sisi lain, luas lahan pertanian tidak banyak bertambah sejak 1980, dan jumlah petani mengalami penurunan. Jika kedua hal ini berarti adanya penurunan produksi beras nasional, maka ada potensi masalah ketahanan pangan yang dapat terjadi.  Swasembada beras hanya terjadi satu kali sepanjang sejarah bangsa Indonesia, yakni pada tahun 1986. Setelah itu untuk memenuhi kebutuhan beras nasional, Indonesia selalu melakukan impor beras. Berlawanan dengan pandangan umum, impor ini ternyata tidak dilakukan karena konsumsi beras melebihi produksi beras.  Dapat dilihat pada tabel, bahwa dalam rentang 2000-2004, produksi beras selalu melebihi konsumsi. Melakukan tindakan impor setidaknya memperhatikan dua hal: menjaga stok cadangan jikalau terj

POLA KONSUMSI BERBASIS IMPOR

Perubahan gizi masyarakat juga praktis tak terjadi karena hanya terjadi peningkatan kecil konsumsi protein asal hewani, yaitu 0,28 persen setiap tahun, jauh lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan penduduk. Ironisnya sumber protein hewani yang hampir 100 persen pakan maupun bibitnya dikuasai perusahaan multinasional meningkat tajam 4,6 persen untuk daging ayam ras dan 1,61 persen untuk telur ayam ras setiap tahun. Sumber protein hewani asal rakyat dan petani kecil berupa daging ayam kampung, telur ayam kampung, dan telur itik menurun tajam masing-masing 1,67 persen, 7,30 persen, dan 9,78 persen setiap tahun (BPS 2014). Konsumsi tahu dan tempe yang merupakan sumber penting protein nabati—sekalipun sumber bahan bakunya sebagian besar impor—peningkatannya juga jauh lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan penduduk, yaitu hanya 0,16 persen per tahun. Lebih memprihatinkan penurunan konsumsi ikan lima tahun terakhir dibandingkan dengan lima tahun sebelumnya, yaitu minus 2,19 pers

NILAI KETAHANAN PANGAN INDONESIA

Menteri Pertanian (Andi Amran Sulaiman) mengatakan bahwa saat ini Indonesia telah menunjukkan peringkat ketahanan pangan yang cukup baik dengan berada di posisi ke-71 dari 113 negara yang diobservasi pada 2016 berdasarkan data Global Food Security Index (GFSI) yang dirilis The Economist Intelligence Unit. Global Food Security yang berkantor di Hongkong, London, dan Amerika memberi penilaian perubahan ketahanan pangan Indonesia di posisi tertinggi dunia pada semester II 2016, yakni 2,7 poin. Di urutan kedua yakni Myanmar. Lembaga ini independen dan diakui FAO. Tidak apa-apa, dalam negeri tidak mengakui, tetapi dunia mengakui (Andi Amran, 2016) . Menurut Andi, dengan berbagai kebijakan di sektor pertanian, kini Indonesia bisa memperbaiki peringkat secara signifikan dibandingkan posisi pada 2014 dan 2015 yang sempat merosot di peringkat 76 dari 113 negara. Dari data tersebut, ketahanan pangan Indonesia secara umum dilihat naik dengan nilai 50,6, naik dari tahun sebelumnya yang mene

PETA PERMASALAHAN PANGAN

Di tingkat global dan nasional, memproduksi bahan pangan yang mencukupi sudah mulai dihadapkan dengan berbagai kendala besar. Kendala itu diantaranya: menurunnya permukaan air tanah, laju peningkatan produksi yang mulai stagnan, perubahan iklim yang mengacaukan pola budidaya, meningkatnya serangan organisme pengganggu tanaman, deplesi cadangan fosfat sebagai bahan baku pupuk P, serta degradasi dan erosi tanah yang terjadi di hampir semua negara di dunia. Sebagai dampaknya, stok biji-bijian dunia menurun dari 107 hari konsumsi pada sepuluh tahun lalu menjadi hanya 74 hari konsumsi pada beberapa tahun terakhir ini (LR Brown, 2012,  Full Planet, Empty Plates ). Harga pangan dunia juga ikut meningkat 200 hingga 300 persen yang berdampak serius bagi penduduk miskin dunia yang pendapatannya 50 hingga 70 persen dibelanjakan untuk pangan. Permasalahan pangan di Indonesia tak kalah pelik. Terabaikannya pembangunan sektor pertanian dan pangan pasca Reformasi menyebabkan kita kian dalam ma

KUALITAS SUATU BANGSA DITENTUKAN DARI TINGKAT KECUKUPAN GIZI MASYARAKAT

Dimensi pembangunan ditujukan pada upaya kebijakan dan program yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas manusia yang unggul. Oleh karena itu, salah satu prioritas dari pembangunan bangsa ini ialah pembangunan karakter bangsa, yang dapat ditentukan dari tingkat kecukupan gizi masyarakat bangsa ini. Kekurangan gizi pada usia dini akan berdampak pada perkembangan anak dan selanjutnya akan berdampak pula pada perkembangan potensi diri pada usia produktif (Puan Maharani S.Sos, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan). Masalah gizi di Indonesia dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya: kemiskinan, kesehatan, pangan, pendidikan, air bersih, keluarga berencana, dan masih banyak faktor lainnya. Sehingga, permasalahan perbaikan gizi masyarakat merupakan upaya dari berbagai sektor yang membutuhkan kesinergian dan harus terkoordinasi dengan baik. Upaya dalam percepatan perbaikan gizi pada masyarakat akan diarahkan pada penyusunan program prioritas di kementerian terk

PERMASALAHAN PANGAN DI INDONESIA

Permasalahan pangan di Indonesia tidak akan terjadi jika tidak terjadinya kelangkaan pangan. Seperti yang diketahui, masalah komoditi pangan utama masyarakat Indonesia ialah karena kelangkaan beras atau nasi. Sebenarnya kelangkaan ini tidak akan terjadi karena tiap daerah di Indonesia tidak mengonsumsi beras. Beberapa daerah di Indonesia memiliki makanan pokok yang berbeda-beda. Misalnya, makanan pokok masyarakat Madura dan Nusa Tenggara adalah jagung. Pada masyarakat Maluku dan Irian Jaya mempunyai makanan pokoknya yaitu sagu. Sedangkan beras adalah makanan pokok untuk masyarakat Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi, walaupun ada juga yang menjadikan singkong, ubi dan sorgum sebagai bahan makanan pokoknya. Tetapi seluruh hal tersebut berubah total setelah pemerintah orde baru dengan Swasembada Berasnya secara tidak langsung memaksa orang yang biasa mengonsumsi bahan makanan non beras untuk mengonsumsi beras. Yang mengakibatkan munculnya lonjakan konsumsi/kebutuhan beras nasional

KADALUARSA BAHAN PANGAN

Dalam beberapa kasus yang terjadi di sekitar kita, banyak di temukan pelanggaran-pelanggaran yang merugikan para konsumen dalam tingkatan yang dianggap membahayakan kesehatan bahkan jiwa dari para konsumen. Contohnya: makanan kadaluarsa yang sekarang ini banyak beredar di beberapa super market. Pada dasarnya mengonsumsi makanan yang sudah kadaluarsa sangatlah berbahaya karena berpotensi di tumbuhi jamur dan bakteri yang akhirnya dapat mengakibatkan keracunan maupun memicu tumbuhnya sel-sel kanker menjadi lebih cepat tumbuh. Dari contoh tersebut dapat kita ketahui bahwa konsumen merupakan pihak yang paling dirugikan. Selain konsumen harus membayar dalam jumlah atau harga yang boleh dikatakan semakin lama semakin mahal, konsumen juga harus menanggung resiko besar yang membahayakan kesehatan dan jiwanya. Hal yang memprihatikan adalah peningkatan harga yang terus terjadi tidak dilandasi dengan peningkatan kualitas atau mutu produk. Hal-hal tersebut mungkin disebabkan karena kurangnya