Langsung ke konten utama

URBAN GARDENS, AGRICULTURE, AND WATER MANAGEMENT


Pada zaman dahulu (tepatnya pada peradaban suku Maya dan Konstantinopel) yang tidak menggunakan bahan bakar fosil sebagai sumber energi transport layaknya masa kini tetapi tetap dapat memiliki ketahanan pangan yang baik. Apa sih ketahanan pangan itu? Ketahanan pangan merupakan ketersediaan pangan dan kemampuan seseorang untuk mengaksesnya. Sebagai contoh Indonesia. Indonesia masih bergantung kepada impor dari beberapa negara dalam hal kebutuhan pangan. Untuk melakukan kegiatan impor tersebut dibutuhkan yang namanya 'transportasi' baik dalam laut, udara, maupun darat. Sedangkan, ketahanan pangan sangat rentan terhadap masalah, terutama seperti lahan, akses, transport ataupun sumber daya yang ada. Adanya kendala dalam kegiatan transport tersebut tentu dapat menyebabkan masalah dalam upaya memasok pangan pada negara yang bersangkutan.
Perabadan suku Maya (suku Indian Kuno) merupakan daerah perkotaan yang memiliki pertanian sendiri (urban farming) untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga mereka sendiri tanpa impor dari luar perkotaan. Dengan adanya penanaman dan budidaya dari dalam kota itu sendiri, maka transportasi dan distribusi pangan dari konsumen hingga produsen akan menjadi lebih mudah. Sedangkan kota Konstantinopel masih melakukan impor sumber pangan pokok (gandum) dari lembah Nil (luar perkotaan). Sehingga pada saat krisis perperangan terjadi, jalur suplai makanan terputus dan menyebabkan mereka memulai bercocok tanam lagi untuk memenuhi kebutuhan. Selain itu, adanya kerjasama antara kelas sosial dalam pemenuhan kebutuhan pangan juga merupakan salah satu kunci keberhasilan ketahanan pangan penduduknya. Masyarakat kelas sosial bawah yang tidak memiliki lahan untuk bercocok tanam akan di recruit sebagai petani untuk mengurus lahan milik orang lain. Sedangkan masyarakat kelas sosial tinggi akan menyewakan lahan mereka untuk dibudidayakan. Kota Konstantinopel juga membangun sarana penyimpanan, lumbung dan waduk, dalam kapasitas besar untuk memenuhi kebutuhannya pada saat dibutuhkan.

Perbandingan antara Maya dan Konstantinopel tersebut mencerminkan kondisi pada saat sekarang ini. Dimana kondisi pada perkotaan sekarang sangat bergantung dari pihak luar karena tidak adanya "lahan pertanian" di perkotaan, seperti Konstantinopel. Oleh karena itu, saat ini diperlukan adanya perubahan pada wilayah perkotaan agar dapat menjadi seperti perkotaan Maya, yang memiliki pertanian sendiri pada setiap rumah tangga untuk memenuhi kebutuhannya. Sehingga tidak akan sangat terpengaruh apabila mengalami krisis yang menghambat jalur suplai makanan. Salah satu contoh yang telah menerapkan sistem Maya ialah Singapura. Negara ini telah menerapkan sistem hidroponik (irigasi tetes) pada setiap rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan sayur sebagai upaya mengatasi terbatasnya lahan yang tersedia.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kaledo (Kaki Lembu Donggala) - Makanan Khas Sulawesi Tengah

Kaledo merupakan makanan khas Sulawesi Tengah, tepatnya di Donggala, Kota Palu yang berupa sop bening tulang kaki sapi dan sumsumnya yang disajikan saat masih panas. Bumbu-bumbu yang digunakan berupa cabe rawit, dan asam mentah yang terlebih dahulu direbus dan dihaluskan, serta garam secukupnya. Makanan ini banyak dihidangkan pada hari-hari besar oleh masyarakat Sulawesi Tengah, seperti Lebaran atau Idul Fitri. Biasanya, penyajiannya dipadukan dengan Burasa (nasi santan yang dibungkus daun pisang). Selain itu, kaledo khas Palu ini juga biasa dikonsumsi dengan singkong atau ubi rebus (Tjota, dkk., 2017) . Salah satu mata pencaharian Donggala adalah ternak sapi. Donggala memiliki ternak sapi yang khas yang dinamakan sapi Donggala. Sapi Donggala telah dibudidayakan secara turun-temurun, sehingga menjadi kekayaan sumber daya genetik ternak Indonesia. Sumber mata pencaharian inilah yang menciptakan suatu kuliner khas Donggala yang baru yang berbahan dasar daging sapi, yaitu Kaledo (Kak

TABLE MANNER

Table Manner  merupakan aturan etiket yang digunakan dalam sebuah jamuan makan yang terdiri dari beberapa tahap menu yang dihidangkan bergantian dari mulai pembuka (appetizer) sampai pada tahap penutup (dessert). Aturan dalam table manner mencakup penggunaan yang tepat dari peralatan makan. Selama ini table manner identik dengan acara jamuan makan resmi bergaya Barat. Sebenarnya tidak demikian. Etiket makan tidak hanya terdapat di negara-negara barat. Di negara lain seperti Jepang, Cina, termasuk Indonesia pun memiliki etiket makan masing-masing. Pertama kali, table manner diperkenalkan oleh Raja Louis dari Perancis yang memiliki kebiasaan mengadakan jamuan dan mengundang para bangsawan kerajaan-kerajaan di sekitarnya. Bagi bangsa Eropa, table manner merupakan aturan standar yang sering digunakan pada saat acara makan bersama di keluarga besar terutama saat bersantap bersama-sama di sebuah acara resmi. Terdapat beberapa aturan  table manner  yang umum dipelajari,

MAKANAN KHAS INDONESIA HASIL ASIMILASI BUDAYA

Sebagai pembentuk dan penanda identitas kebudayaan suatu daerah, makanan (termasuk bahan pangan yang dapat dikonsumsi) merupakan bagian dari budaya masyarakat yang digolongkan sebagai bagian dari kebudayaan materiil   dan aspek sistem peralatan hidup. Menurut Den Hartog pada tahun 2006, makanan merupakan bagian yang menyatu antara budaya kelompok, agama dan bangsa. Pemaknaan tersebut menandai konsep mendasar mengenai makanan tradisional. Dalam sudut pandang ilmu pangan, ada kecenderungan bagi masyarakat untuk memperkenalkan makanan tradisional dari daerah mereka masing-masing, namun karena masifnya makanan modern dan makanan instan serta perubahan posisi makanan sebagai simbol ekspresi belaka, sehingga masyarakat memilih makanan tersebut menjadi konsumsi sehari-hari dan cenderung melupakan makanan khas daerahnya. Berikut merupakan beberapa contoh makanan khas Indonesia yang menjadi hasil dari asimilasi budaya: Siomay Siomay merupakan salah satu jenis dim sum yang digemari oleh m