Langsung ke konten utama

HUKUM PERDATA VS HUKUM PIDANA, SERTA PERAN PENGACARA

HELLO !!
Welcome back to my blog ☺

Kali ini penulis akan nulis tentang hukum Perdata dan hukum Pidana serta peran pengacara dalam tugasnya. Setiap perusahaan yang berada dibawah badan hukum, pasti akan berurusan dengan hukum yang mengaturnya kalau didapatinya penyimpangan. Nah, kalau sudah berurusan sama yang namanya hukum, kalian pasti membutuhkan jasa seorang pengacara untuk membantu kalian dalam menyelesaikan masalah. Tapi harga sewa pengacara itu tidak murah. Kenapa sih kok bisa harga sewa seorang pengacara itu mahal banget? Yuk simak penjelasannya...


Sebelum saya membahas mengenai tugas pengacara, kita harus paham dulu apa sih yang dimaksud hukum perdata dan hukum pidana? 
Hukum Perdata itu merupakan hubungan yang mengatur antara pribadi dan pribadi, misalnya hukum piutang, sewa menyewa, dan lainnya.
Sedangkan hukum Pidana merupakan hubungan yang mengatur antara pribadi dan negara, misalnya pembunuhan, pencurian, penipuan, dan lainnya.

Penipuan berbeda dengan penggelapan, dan hutang piutang. Penipuan melibatkan adanya bujuk-rayu, diikuti penyerahan dan terjadinya pengingkaran. Penggelapan tidak melibatkan adanya bujuk-rayu, tetapi adanya penitipan atau penyerahan barang tanpa rayuan, dan kemudian barang tersebut tidak dikembalikan. Sedangkan hutang piutang melibatkan adanya persetujuan kedua belah pihak (peminjaman seberapa banyak, akan dibalikkan kapan, dan sebagainya).


Pencemaran nama baik, penyebaran berita bohong, dan fitnah juga berbeda. Pada kasus pencemaran nama baik, berita yang diberitakan memang benar tetapi pihak yang berkaitan tidak terima sehingga dianggap mencemarkan nama baik. Penyebaran berita bohong terjadi ketika berita yang disebarkan memang tidak benar (bohong). Sedangkan fitnah merupakan penyebaran berita bohong dan pihak yang memberitakan memang memiliki maksud tertentu kepada pihak yang diberitakan.

Pengacara merupakan seseorang yang melakukan atau memberikan nasihat (advis) dan pembelaan (mewakili) bagi orang lain yang berhubungan (klien) dengan penyelesaian suatu kasus hukum. Pembelaan dilakukan oleh pengacara terhadap institusi formal (peradilan) maupun informal (diskursus), atau orang yang mendapat sertifikasi untuk memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan.

Secara umum, masyarakat Indonesia mengenal dua hukum yang sering diaplikasikan dalam kehidupan bermasyarakat, yaitu hukum pidana dan hukum perdata (meskipun realitanya masih banyak hukum lain yang berlaku di Indonesia). Namun, meskipun kedua hukum ini sering diberlakukan, tidak sedikit masyarakat Indonesia yang tahu dan mengerti mengenai perbedaan alur penyelesaian antara kasus pidana dengan kasus perdata. Dalam sebuah kasus, segala pengaduan dan berkas tidak langsung masuk kedalam pengadilan untuk diproses. Terdapat beberapa langkah dan tata cara yang harus dilakukan, seperti berikut:

PERKARA PIDANA
Suatu perkara dapat dikategorikan pidana apabila seseeorang terlah melakukan  perbuatan yang melanggar hukum pidana. Biasanya, hukum pidana dituliskan didalam KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana) yang terdiri dari 9 Bab. Seseorang yang dinyatakan telah melanggar hukum pidana dapat dilaporkan dengan mengikuti serangkaian prosedurnya untuk ditindaklanjuti. Berikut merupakan t
ahapan pada kasus pidana:

1. Penyelidikan dimana dilakukan pengumpulan data-data berkaitan dan jika hasil yang diperoleh positif baru masuk ke tahap penyidikan. Pada tahap penyelidikan belum ada tersangka, hanya ada saksi, dan BAI (Berita Acara Interview).
2. Penyidikan dimana dilakukan persiapan berkas ke pengadilan (disebut produstisia). Pada penyidikan, telah ditentukan tersangka (pemeriksaan tersangka), adanya BAP (Berita Acara Pemeriksaan) dan berkas barang bukti.
Penyelidikan atau Penyidikan dapat dilakukan oleh polisi, PPNS (Penyidik Pegawai Negeri Sipil).
3. Berkas yang telah lengkap kemudian dimasukkan ke kejaksaan
4. Berkas diperiksa kejaksaaan
5. Jika menurut kejaksaan berkas masih kurang, maka polisi akan memeriksa kembali barang bukti, kemudian dikirimkan kembali ke kejaksaaan. Proses ini dapat terjadi berulang-ulang hingga kejaksaan menyetujui berkas yang dikirim tersebut.
6. Jaksa membuat surat dakwaan
7. Berkas polisi dan surat dakwaan kemudian dibawa ke pengadilan, dimana jaksa yang menangani disebut JPU (Jaksa Penuntut Umum)
8. Berkas dan surat diterima oleh ketua pengadilan, kemudian ditentukan majelis hakim
9. Dimulai persidangan I dimana terdakwa dipanggil dan adanya dakwaan jaksa
10. Eksepsi: merupakan penangkisan dakwaan dari pengacara. Eksepsi hanya menyangkut 2 hal yaitu wilayah kerja atau kompetensi pengadilan.
11. Replik: respon jaksa terhadap jawaban pengacara.
12. Duplik: respon pengacara terhadap jawaban jaksa kembali
13. Putusan sela. Pada putusan sela, umumnya eksepsi ditolak dan diperiksa dulu perkaranya.
14. Pernyataan saksi 1, 2, 3, 4, dan seterusnya. Terdapat 2 jenis saksi yaitu saksi meringankan dari terdakwa dan saksi memberatkan dari jaksa.
15. Pemeriksaan terdakwa
16. Pemeriksaan barang bukti
17. Tuntutan oleh JPU (menyatakan dakwaan terbukti benar/salah, maka dijatuhkan hukuman penjara selama berapa tahun)
18. Pledoi: terdakwa/pengacara membacakan pembelaan. 
19. Replik: respon jaksa terhadap pembelaan terdakwa/pengacara
20. Duplik: respon terdakwa/pengacara terhadap jawaban jaksa
21. Putusan majelis hakim: memutuskan masa hukuman terdakwa (dapat mengurangi tuntutan dari tuntutan oleh JPU tergantung dari pledoi dan duplik)
Jika putusan majelis hakim tidak diterima oleh pihak tergugat, maka akan dilanjutkan kembali melalui naik banding.
22. Naik banding ke pengadilan tinggi
23. Jika masih tidak diterima, dilanjutkan naik banding ke kasasi
24. Jika masih tidak diterima, dilajutkan naik banding ke mahkamah agung
25. Jika masih tidak diterima, dilanjutkan peninjauan kembali (dapat memasukkan bukti baru)
26. Hasil peninjauan kembali yang diumumkan mahkamah agung berkekuatan tetap (ada kemungkinan jika terdakwa terbukti bersalah, maka masa hukuman dapat bertambah dari putusan majelis hukum)
Pengurangan masa tahanan (remisi) dapat diperoleh jika tahanan berkelakuan baik selama di penjara.

PERKARA PERDATA
Perkara perdata adalah perkara yang membahas peselisihan hubungan antara personal mengenai hak, kewajiban dan larangan dalam lapangan keperdataan. Tahap melaporkan seseorang atas pelanggarannya mengenai kasus perdata secara tidak langsung sama dengan perkara pidana. Hanya terdapat perbedaan pada titik-titik tertentu, tahapan hukum perdata adalah sebagai berikut:
1.     Pengajuan gugatan
2.     Mediasi oleh hakim di pengadilan. Jika mediasi batal, maka akan diteruskan ke tahap selanjutnya.
3.     Sidang 1 : pembacaan gugatan
4.     Jawaban pengadilan atas gugatan yang dibacakan
5.     Replik : respon atau penegasan oleh pihak pertama
6.     Duplik : respon atau penegasan oleh pihak kedua
7.     Pemeriksaan saksi
8.     Pemerikasaan barang bukti
9.     Kesimpulan dari pihak penggungat dan tergugat
10.   Keputusan hakim.

Berdasarkan penjelasan tahapan-tahapan diatas, terdapat perbedaan pada kasus pidana dan kasus perdata. Perbedaan tersebut yaitu jika pada hukum pidana, pihak terdakwa tidak bisa diwakili oleh pengacara, sedangkan pada hukum perdata pihak penggugat atau tergugat sama-sama dapat tidak hadir dan diwakili pengacara. Selain itu, tahapan pada masing-masing perkara membutuhkan waktu yang tidak singkat atau sekurang-kurangnya sekitar 20 minggu untuk sampai kepada putusan hakim.  Selama 20 minggu proses tersebut, tentu pengacara harus bolak-balik ke pengadilan untuk mengurus segalanya. Belum lagi jikalau kasusnya cukup berat dan bisa memakan waktu hingga lebih dari 20 mingguan. Kalau dikonversikan ke bulan, berarti satu perkara itu dapat memakan waktu 5-6 bulan. Yang artinya pengacara harus menghabiskan waktunya selama itu untuk mengurus kasus hingga selesai. Itulah sebabnya, biaya sewa pengacara tidaklah murah 😉

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kaledo (Kaki Lembu Donggala) - Makanan Khas Sulawesi Tengah

Kaledo merupakan makanan khas Sulawesi Tengah, tepatnya di Donggala, Kota Palu yang berupa sop bening tulang kaki sapi dan sumsumnya yang disajikan saat masih panas. Bumbu-bumbu yang digunakan berupa cabe rawit, dan asam mentah yang terlebih dahulu direbus dan dihaluskan, serta garam secukupnya. Makanan ini banyak dihidangkan pada hari-hari besar oleh masyarakat Sulawesi Tengah, seperti Lebaran atau Idul Fitri. Biasanya, penyajiannya dipadukan dengan Burasa (nasi santan yang dibungkus daun pisang). Selain itu, kaledo khas Palu ini juga biasa dikonsumsi dengan singkong atau ubi rebus (Tjota, dkk., 2017) . Salah satu mata pencaharian Donggala adalah ternak sapi. Donggala memiliki ternak sapi yang khas yang dinamakan sapi Donggala. Sapi Donggala telah dibudidayakan secara turun-temurun, sehingga menjadi kekayaan sumber daya genetik ternak Indonesia. Sumber mata pencaharian inilah yang menciptakan suatu kuliner khas Donggala yang baru yang berbahan dasar daging sapi, yaitu Kaledo (Kak

TABLE MANNER

Table Manner  merupakan aturan etiket yang digunakan dalam sebuah jamuan makan yang terdiri dari beberapa tahap menu yang dihidangkan bergantian dari mulai pembuka (appetizer) sampai pada tahap penutup (dessert). Aturan dalam table manner mencakup penggunaan yang tepat dari peralatan makan. Selama ini table manner identik dengan acara jamuan makan resmi bergaya Barat. Sebenarnya tidak demikian. Etiket makan tidak hanya terdapat di negara-negara barat. Di negara lain seperti Jepang, Cina, termasuk Indonesia pun memiliki etiket makan masing-masing. Pertama kali, table manner diperkenalkan oleh Raja Louis dari Perancis yang memiliki kebiasaan mengadakan jamuan dan mengundang para bangsawan kerajaan-kerajaan di sekitarnya. Bagi bangsa Eropa, table manner merupakan aturan standar yang sering digunakan pada saat acara makan bersama di keluarga besar terutama saat bersantap bersama-sama di sebuah acara resmi. Terdapat beberapa aturan  table manner  yang umum dipelajari,

MAKANAN KHAS INDONESIA HASIL ASIMILASI BUDAYA

Sebagai pembentuk dan penanda identitas kebudayaan suatu daerah, makanan (termasuk bahan pangan yang dapat dikonsumsi) merupakan bagian dari budaya masyarakat yang digolongkan sebagai bagian dari kebudayaan materiil   dan aspek sistem peralatan hidup. Menurut Den Hartog pada tahun 2006, makanan merupakan bagian yang menyatu antara budaya kelompok, agama dan bangsa. Pemaknaan tersebut menandai konsep mendasar mengenai makanan tradisional. Dalam sudut pandang ilmu pangan, ada kecenderungan bagi masyarakat untuk memperkenalkan makanan tradisional dari daerah mereka masing-masing, namun karena masifnya makanan modern dan makanan instan serta perubahan posisi makanan sebagai simbol ekspresi belaka, sehingga masyarakat memilih makanan tersebut menjadi konsumsi sehari-hari dan cenderung melupakan makanan khas daerahnya. Berikut merupakan beberapa contoh makanan khas Indonesia yang menjadi hasil dari asimilasi budaya: Siomay Siomay merupakan salah satu jenis dim sum yang digemari oleh m