Sebagai negara yang bermayoritaskan
agama muslim, maka hukum yang berkaitan dengan makanan di Indonesia yaitu halal. Makanan halal dapat
didefinisikan sebagai makanan yang dapat dikonsumsi manusia yang diperbolehkan,
diterima, dan diizinkan dalam syariat Islam, dan bukan merupakan makanan haram.
Makanan haram dalam syariat Islam antara lain meliputi bangkai, darah, daging
babi, alkohol, hewan bertaring, hewan bercakar, amphibi, dan sebagainya.
Kehalalan sebuah makanan tidak hanya bergantung dari bahan baku makanan, tetapi
juga dilihat dari keseluruhan aspek pemrosesan makanan tersebut.
Regulasi mengenai makanan halal di
Indonesia diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2014
tentang Jaminan Produk Halal. Undang-undang tersebut mengatur segala hal
berkaitan produk halal seperti penyelenggara jaminan produk halal, lembaga
pemeriksa halal, bahan dan proses produk halal, regulasi pelaku usaha yang
ingin mendapatkan sertifikat halal, prosedur pengajuan sertifikat halal,
penetapan kehalalan produk, label halal, pengawasan, serta sanksi terhadap
pelanggaran berkaitan produk halal. Kegiatan produksi halal yaitu suatu proses
produksi barang yang dipandang secara Islam halal dan baik, tidak menggunakan
barang haram atau komponen barang yang dilarang. Selain itu, teknologi yang
digunakan dalam proses produksi juga harus tidak bertentangan dengan ketentuan
halal dan haram. Sebagai contoh, teknologi dalam rekayasa genetika DNA atau
transgenetika DNA binatang babi merupakan teknologi yang tidak halal.
Di Indonesia, apabila suatu industri
pangan ingin melabelkan produk mereka dengan label halal maka industri tersebut
harus mendapatkan sertifikat halal terlebih dahulu. Lembaga sertifikasi halal
di Indonesia hanya satu, yaitu LPPOM MUI (Lembaga Pengkajian Pangan,
Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia). Tetapi dalam menjalankan
tugasnya untuk mengeluarkan sertifikat halal, LPPOM MUI ini dibantu oleh BPOM yang
berperan sebagai pengawas.
Sertifikasi halal ini merupakan sebuah
proses yang dilakukan untuk memperoleh sertifikat halal. Adapun, dalam
memperoleh sertifikat halal diperlukan adanya pembuktian bahwa bahan, proses
produksi, dan sistem manajemen halal (SJH) telah memenuhi standar dari LPPOM
MUI. Pemrosesan tersebut melibatkan kegiatan penyuluhan yang wajib diikuti oleh
perwakilan dari perusahaan sehingga perwakilan perusahaan yang telah mengikuti
penyuluhan tersebut dapat menjamin bahwa setiap bahan baku hingga pemrosesan
pada industri tersebut telah memenuhi persyaratan. Selain itu, proses
sertifikasi tersebut juga melibatkan kegiatan pengecekan laboratorium untuk
memastikan bahwa produk tersebut benar-benar terbebas dari bahan baku yang
tidak halal. Kemudian ada juga kegiatan audit yaitu pemeriksaan secara
independen dan sistematis untuk memeriksa aktivitas yang dilakukan sesuai
dengan tujuan yang ditentukan. Audit yang dilakukan meliputi audit produk, dan
audit SJH. Audit produk dilakukan terhadap produk melalui pengecekan proses
produksi, bahan-bahan yang digunakan dan fasilitas dalam memproduksi produk
tersebut. Sedangkan audit SJH dilakukan terhadap implementasi atau penerapan
SJH pada perusahaan pemegang sertifikat halal. Setelah hasil laboratorium baik
dan hasil audit menunjukan terpenuhinya persyaratannya, maka dilakukan rapat
komisi Fatwa. Jika hasil rapat menyatakan persyaratan terpenuhi, dokumen
diserahkan kepada LPPOM MUI untuk diterbitkan sertifikat halalnya. Sertifikat halal dapat diunduh secara online (softcopy) atau langsung
diambil di kantor LPPOM MUI Jakarta (hardcopy). Sertifikat halal
asli juga akan dikirimkan ke alamat perusahaan yang terdaftar dan berlaku
selama 2 tahun.
Komentar
Posting Komentar