Langsung ke konten utama

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)


Hasil gambar untuk pajak penambahan nilai

Selain Pajak Penghasilan (PPh) yang sudah pasti dikenakan pada setiap perusahaan yang menjalankan kegiatan di Indonesia, dalam keadaan tertentu perusahaan sebagai Pengusaha Kena Pajak juga dapat dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Undang-undang yang mengatur tentang PPN dan PPnBM ini adalah UU No.11 Tahun 1994 yang lebih dikenal dengan sebutan UU PPN 1995. Pencatatan transaksi yang berhubungan dengan PPN dan PPnBM, bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP), hukumnya adalah wajib, sebagaimana dinyatakan dan diatur dalam pasal 6 UU PPN 1995.

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas penjualan/penyerahan Barang atau Jasa Kena Pajak (BKP/JKP). Secara umum, PPN dihitung sebagai berikut :

PPN = Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak

Tarif PPN adalah 10%. Sementara itu, tarif PPN untuk barang yang diekspor adalah 0%. Dasar Pengenaan Pajak (DPP) untuk PPN adalah harga jual, dan dalam keadaan atau hal- hal tertentu, DPP dapat berbeda dengan harga jual. Apabila dalam transaksi penjualan/penyerahan BKP/JKP terdapat potongan harga, seperti potongan tunai atau rabat, maka potongan ini dapat dikurangkan dari harga jual, sehingga mengurangi jumlah PPN.

PPN yang timbul pada saat penjualan barang/jasa kena pajak, mempunyai sebutan yang berbeda, tergantung dari sisi/pihak mana PPN tersebut dilihat. Dilihat dari sisi pembeli, PPN yang timbul dari pembelian barang kena pajak atau pada saat diterimanya jasa kena pajak itu disebut PPN Masukan, atau ada pula yang menyebutnya sebagai PPN dibayar di muka. Sedangkan dilihat dari sisi penjual, PPN yang timbul pada saat penjualan/ penyerahan barang/jasa kena pajak disebut dengan PPN Keluaran, atau ada pula yang menyebutnya sebagai PPN yang masih harus disetor.

Bagi penjual, PPN yang dipungut dari pembeli (PPN Keluaran) bukan merupakan suatu hak atau pendapatan, karena PPN Keluaran tersebut harus disetor ke kas negara. Dalam hal ini, pihak penjual hanyalah sebagai pemungut pajak, yang mempunyai kewajiban untuk menyetorkan pajak yang dipungut tersebut ke kas negara. Secara administratif, PPN dipungut dengan menggunakan bukti yang disebut Faktur Pajak. Setiap perusahaan (sebagai Pengusaha Kena Pajak) diwajibkan membuat faktur pajak, selambat-lambatnya pada akhir bulan berikut setelah bulan terjadinya transaksi atau saat penerimaan uang, mana yang lebih dulu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kaledo (Kaki Lembu Donggala) - Makanan Khas Sulawesi Tengah

Kaledo merupakan makanan khas Sulawesi Tengah, tepatnya di Donggala, Kota Palu yang berupa sop bening tulang kaki sapi dan sumsumnya yang disajikan saat masih panas. Bumbu-bumbu yang digunakan berupa cabe rawit, dan asam mentah yang terlebih dahulu direbus dan dihaluskan, serta garam secukupnya. Makanan ini banyak dihidangkan pada hari-hari besar oleh masyarakat Sulawesi Tengah, seperti Lebaran atau Idul Fitri. Biasanya, penyajiannya dipadukan dengan Burasa (nasi santan yang dibungkus daun pisang). Selain itu, kaledo khas Palu ini juga biasa dikonsumsi dengan singkong atau ubi rebus (Tjota, dkk., 2017) . Salah satu mata pencaharian Donggala adalah ternak sapi. Donggala memiliki ternak sapi yang khas yang dinamakan sapi Donggala. Sapi Donggala telah dibudidayakan secara turun-temurun, sehingga menjadi kekayaan sumber daya genetik ternak Indonesia. Sumber mata pencaharian inilah yang menciptakan suatu kuliner khas Donggala yang baru yang berbahan dasar daging sapi, yaitu Kaledo (Kak

TABLE MANNER

Table Manner  merupakan aturan etiket yang digunakan dalam sebuah jamuan makan yang terdiri dari beberapa tahap menu yang dihidangkan bergantian dari mulai pembuka (appetizer) sampai pada tahap penutup (dessert). Aturan dalam table manner mencakup penggunaan yang tepat dari peralatan makan. Selama ini table manner identik dengan acara jamuan makan resmi bergaya Barat. Sebenarnya tidak demikian. Etiket makan tidak hanya terdapat di negara-negara barat. Di negara lain seperti Jepang, Cina, termasuk Indonesia pun memiliki etiket makan masing-masing. Pertama kali, table manner diperkenalkan oleh Raja Louis dari Perancis yang memiliki kebiasaan mengadakan jamuan dan mengundang para bangsawan kerajaan-kerajaan di sekitarnya. Bagi bangsa Eropa, table manner merupakan aturan standar yang sering digunakan pada saat acara makan bersama di keluarga besar terutama saat bersantap bersama-sama di sebuah acara resmi. Terdapat beberapa aturan  table manner  yang umum dipelajari,

MAKANAN KHAS INDONESIA HASIL ASIMILASI BUDAYA

Sebagai pembentuk dan penanda identitas kebudayaan suatu daerah, makanan (termasuk bahan pangan yang dapat dikonsumsi) merupakan bagian dari budaya masyarakat yang digolongkan sebagai bagian dari kebudayaan materiil   dan aspek sistem peralatan hidup. Menurut Den Hartog pada tahun 2006, makanan merupakan bagian yang menyatu antara budaya kelompok, agama dan bangsa. Pemaknaan tersebut menandai konsep mendasar mengenai makanan tradisional. Dalam sudut pandang ilmu pangan, ada kecenderungan bagi masyarakat untuk memperkenalkan makanan tradisional dari daerah mereka masing-masing, namun karena masifnya makanan modern dan makanan instan serta perubahan posisi makanan sebagai simbol ekspresi belaka, sehingga masyarakat memilih makanan tersebut menjadi konsumsi sehari-hari dan cenderung melupakan makanan khas daerahnya. Berikut merupakan beberapa contoh makanan khas Indonesia yang menjadi hasil dari asimilasi budaya: Siomay Siomay merupakan salah satu jenis dim sum yang digemari oleh m